Cintaku Bersemi di Kampus, Berakhir
di Pelaminan
Ketika
seseorang memasuki usia puber, yaitu sekitar umur 9—18 tahun, mereka mulai
mengenal apa yang dinamakan cinta. Rasa ketertarikan antar lawan jenis mulai dirasakan
sejak mereka duduk di bangku SMA atau saat mereka masih SMP. Para orang tua
memaklumi hal tersebut karena memang fenomena tersebut sudah lazim terjadi
dikalangan remaja. Perlu diperhatikan pula saat usia mereka beranjak semakin
dewasa, pola pikir mereka tentang hubungan antara lawan jenis juga akan
berubah. Berbeda seperti saat mereka masih remaja yang mengangap pacaran
hanyalah perasaan sekedar saling suka dan senang-senag, namun saat mereka
beranjak dewasa dan memasuki jenjang pendidikan tertinggi di suatu Universitas
mereka akan berfikiran mencari pacar yang nantinya akan dijadikan sebagai
pasangan hidup.
Hal
seperti itulah yang membangun anggapan dan persepsi beberapa orang tentang
kampus yang dijadikan ajang pencarian jodoh pada kalangan mahasiswa. Padahal
fungsi dari kampus itu sendiri merupakan lembaga
pendidikan tinggi dan penelitian, yang menjadi tempat pembelajaran, dan pada
akhirnya memberikan gelar akademis dalam berbagai mata pelajaran. Dari persepsi
yang timbul di kalangan masyarakat dapat dijadikan perbincangan yang menarik dengan
mahasiswa. Tentunya mereka akan memiliki pandangan tersendiri mengenai kampus
yang dijadikan ajang pencarian jodoh pada kalangan mahasiswa.
Berikut ini terdapat beberapa mahasiswa
yang bersedia diajak untuk sheareing mengenai anggapan yang terlanjur beredar
di masyarakat. Menurut sumber pertama yang bernama Novia Fahmi Ayu Wulandari,
dari Fakultas MIPA, Jurusan Biologi, angkatan 2010. Ayu, begitulah panggilan
akrabnya. Secara langsung ia membenarkan anggapan tersebut dengan berbagai
alasan yang beragam. Mahasiswi yang sudah satu tahun belajar di Universitas
Negri Malang, yang sedang menjalin
hubungan cukup lama dengan kakak tingkatnya, yang berada satu kampus dengannya,
namun beda fakultas.
Ulasan perbincangan yang menarik dengan
Ayu, dijabarkan secara rinci sebagai berikut :
Pewawancara : “ Setujukah anda tentang
angapan beberapa orang yang mengatakan bahwa kampus dijadikan sebagai ajang
pencarian jodoh?”.
Narasumber 1 : “Setuju, soalnya selain
kampus dijadikan tempat menuntut ilmu terkadang secara tidak sengaja kita
bertemu seorang yang mungkin jodoh kita. Namun, saya sadari bahwa tugas utama
seorang pelajar yaitu menuntut ilmu.
Pewawancara : “ Lalu jika kesadaran itu
ada dalam benak anda, sebarapa penting peranan pacar dalam kehidupan anda
sehari – hari jauh dari orang tua?”.
Narasumber 1 : “ Memiliki pacar membuat
saya menjadi semangat, karena selain menjadi teman bermain, bisa juga dijadikan
sebagai teman belajar. Selain itu, karena jauh dari orang tua, pacar dapat
bertindak sebagai kakak sendiri yang mampu menjaga, mengawasi, dan memberikan
nasehat jika kita melakukan kesalahan.
Pewawancara : “ Selanjutnya, Bagaimana
cara anda membagi waktu antara kuliah dan pacaran agar tidak menganggu
kedua-duanya?.”
Narasumber 1 : “ Diatur sebaik mungkin.
Jika waktu mengerjakan tugas maka waktunya untuk mengerjakan. Ada kalanya waktu
kita untuk santai atau refresing sejenak. Mungkin waktu santai tersebut
merupakan waktu yang tepat untuk bersama pacar.”
Pewawancara : “ Apakah alasan terbesar
yang mempengaruhi anda, hingga timbul keinginan mencari pasangan sambil kuliah,
benarkah karena mengikuti teman-teman sebelummnya?
Narasumber 1 : “ Tidak benar, karena hal itu terkadang
merupakan ketidak sengajaan yang tidak kita ketahui. Alasan yang terbesar
karena pada masa kuliah itu adalah masa pendewasaan seseorang, dimana tidak
hanya ilmu dan kesuksesan yang dicapai. Juga masa depan dengan seseorang
tersebut dan sekali lagi kita bertemu dengan seseorang tersebut adalah ketidak
sengajaan.
Pewawancara : “ Adakah keinginan anda,
untuk menjaga hubungan anda hingga nanti lulus kuliah dan berharap
mengakhirinya dalam suatu ikatan yang lebih tinggi?.”
Narasumber : “ Pikiran seperti itu
sempat ada, karena umur akan bertambah pemikiran lebih matang saat nanti lulus,
tiga tahun mendatang. Tapi, biarlah nanti mau berjalan seperti apa, yang jelas
jika masih mampu mempertahannkan hingga selama itu, mengapa tidak. Heheheheh.”
Setiap orang memiliki sifat dan
pemikiran yang berbeda- beda. Tentunya mereka juga memiliki pendapat yang
berbeda pula. Nur Hakimah contohnya, mahasiswi Fakultas Sastra, Jurusan Sastra
Arab, angkatan 2011. Hikmah, biasanyaa dia dipanggil, mahasiswi ini membantah
anggapan yang terlanjur berkembang dalam masyarakat tentang kampus dijadikan
ajang pencariian jodoh. Beberapa pertanyaan serupa diajukan, namun berbeda
respon dari narasumber. Dibawah ini merupakan hasil wawancara dengan narasumber
kedua yang berhasil dilakukan sekitar 5 hari yang lalu.
Pewawancara : “ Setujukah anda tentang
angapan beberapa orang yang mengatakan bahwa kampus dijadikan sebagai ajang
pencarian jodoh?”.
Narasumber 2 : “ Saya kurang setuju
dengan anggapan yang berkembang dalam masyarakat yang mengganggap kampus
dijadikan sebagai ajang pencarian jodoh. Karena sesungguhnya kampus memiliki
fungsi yang digunakan sebagai tempat untuk belajar bukan sebagai tempat
pencarian jodoh seperti yang mereka pikirkan.
Pewawancara : “ Bagaimana anda
menyikapi anggapan yang telah beredar dan ternyata bukti menunjukkan bahwa
memang ada banyak sekali yang menjalin hubungan antar sesama mahasiswa?”.
Narasumber 2: “ Saya sadari, pada
kenyataannya memang banyak yang menjalin hubungan antar sesama mahasiswa. Tidak
perlu jauh-jauh karena teman saya juga ada yang terjerat cinta lokasi. Tapi,
bagi diri saya sendiri, tugas saya disini adalah untuk menuntut ilmu, tanpa
dibumbui dengan cinta. Itupun merupakan kewajiban yang saya sadari bahwa tugas
saya sebagai pelajar yaitu belajar. Terserah bagaimana yang lain, yang jelas
saya niat jauh-jauh datang ke UM hanya untuk mencari ilmu”.
Pewawancara : “ Seyakin itukah anda
tentang prinsip yang telah melekat pada diri anda. Lalu mengapa keyakinan itu
begitu besar tertanam dalam diri anda?. Siapa pula yang mendorong anda hingga
seyakin ini dalam bersikap?”.
Narasumber 2 : “Insya Allah prinsip itu
akan terus melekat pada diri saya, karena niat baik pasti akan diijaba’
oleh-NYA. Mengapa seperti itu? Karena memang saya memiliki kesadaran akan
kewajiban saya sendiri sebagai seorang pelajar. Selain itu pula, saya merasa
memiliki beban berat untuk menjaga amanah dari orangtua. Saya jauh-jauh datang
kemari untuk kuliah, dengan biaya yang tidak murah, orang tua yang bekerja
keras disana membayar biaya pendidikan, biaya hidup saya saat disini, tidak
akan begitu saja disia-siakan. Tentunya motivasi saya adalah orangtua.
Pewawancara : “ Jika nanti, rasa cinta
itu datang pada anda bagaimana anda menyikapinya?.”
Narasumber 2 : “ Mungkin sulit
menjalani hidup tanpa cinta dari lawan jenis, terkadang rasa iri menyelimuti
saat teman-teman dengan pasangan. Namun jika rasa cinta itu menghampiri saya,
saya akan menahannya hingga lulus nanti.
Syukur-syukur jika dia mau menerima keputusan saya, apalagi mau menunggu
cintanya saya terima setelah lulus nanti.
Seperti itulah respon beberapa orang
ketika menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Mereka menyikapi sesuatu yang
sudah terlanjur berkembang dimasyarakat. Apapun pendapat mereka, kita tidak
dapat memaksanya untuk memiliki anggapan yang sama antara satu dengan yang
lainnya. Biarlah masyarakat berbicara yang menurutnya benar dan biarkan pula
mahasiswa melakukan apa yang telah dianggapnya benar. Karena mahasiswa telah
memasuki usia dewasa. Tentunya mereka sendiri mampu membedakan mana yang
dianggapnya baik dan buruk untuk dirinya sendiri.
Namun, mahasiswapun masih memerlukan penggawasan dari
orangtua. Mereka yang jauh dari orang tua harus lebih mampu membentengi dirinya
sendiri dan menjaga dirinya dari hal- hal yang sifatnya negatif, yang mampu
merusak masa depannya. Pacaran atau mencari jodoh bebas dilakukan oleh semua
mahasiswa, asalkan mereka mampu mengatur waktu dengan baik antara pacaran dan
kuliah agar tidak saling mengganggu.
Berkuliah di kota besar, misalnya seperti di daerah Malang.
Sangat besar kemungkinan pengaruh negatif lebih mudah mempengaruhi mahasiswa
untuk melakukan perbuatan di luar kewajaran, bahkan keluar dari norma, dan
melanggar hukum. Pengaruh buruk lebih cepat menyerang kita lewat pergaulan
antar teman atau lewat seseorang yang sedang berada sangat dekat dengan kita
seperti pacar. Oleh karena itu, dalam memilih teman dekat atau pacar harusnya
tidak sekali, dua kali bertemu dan melakukan pendekatan. Mereka yang berharap
dari hubungan cinta yang didapatkannya saat kuliah dapat berakhir di pelaminan,
ada baiknya pendekatan dilakukan hingga berkali-kali dan dalam jangka waktu
lama, agar kita mengetahui benar apakah teman atau pacar yang kita pilih baik
untuk kita, dan mampu menjaga kita dari pengaruh-pengaruh negatif yang berkeliaran
dalam hidup.
memperluas pengetahuan tanpa kuliah itu juga bisa ya kak? :D Terimakasih infonya ^_^
BalasHapussy lebih setuju dgn responden kedua, menuntut ilmu adalah yg utama, pasangan hidup bisa menunggu setelah lulus kuliah..
BalasHapus