METAFORA be a great blog
1. Analisis Puisi “Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya
Berangkat Dewasa”
Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua
Pada Anaknya Berangkat Dewasa
Pada Anaknya Berangkat Dewasa
Oleh:
Taufik Ismail
Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi
Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi
April, 1965
Hasil analisis:
Ketika seseorang anak mulai
menginjak usia kedewasaan, tentunya ia memiliki tanggung jawab yang lebih besar
terhadap dirinya dan keluarganya. Ketika anak mulai beranjak dewasa, saat ia
mampu bekerja sendiri mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya, tanggung jawab
orang tua kepada anaknya itu perlahan akan bebalik menjadi tanggung jawab
seorang anak untuk orang tuannya. Oleh karena itu, pada puisi “Nasehat-Nasehat
Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa” karya Taufik Ismail, berisikan
nasihat-nasihat orang tua yang ditunjukan kepda anaknya ketika sang anak mulai
beranjak dewasa. Agar anak tak salah melangkah dan hidupnya dapat bahagia. Dibawah ini merupakan hasil analisis puisi
secara lebih rinci.
Baris pertama dan kedua.
Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Pada bait tersebut mengisyaratkan sebuah pesan yang penuh makna.
Pesan orang tua yang ditujukan kepada anaknya ketika kita akan melakukan sesuatu
perbuatan, maka perbuatan tersebut
haruslah perbuatan yang baik, yang benar dan bermanfaat bagi orang lain. Bukan
melakukan suatu tindakan yang tercela, yang tidak sesuai dengan ajaran
agama(menyimpang dari norma), dan merugikan orang lain.
Baris ketiga dan keempat.
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Ialah yang bernama keyakinan
Pada puisi selanjutnya, berisikan
makna yang berarti bahwa segala sesuatu yang kita miliki (berupa barang) dapat
diperjual-belikan sesuai kehendak yang kita inginkan, hanya saja ada beberapa
hal yang kita miliki itu tidak bisa diperjual-belikan, misalnya saja harga diri
perseorangan, kasih sayang, cinta, keyakinan, dan perasaan yang lainnya. Karena
keyakinan itu berasal dari dalam diri pribadi orang masing-masing dan perasaan
itu bersifat indivisualisme antara diri pribadi dengan Tuhannya.
Baris kelima dan keenam.
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Puisi berikutnya
mengisyaratkan bahwa jika ada sesuatu perbuatan yang harus dirobohkan
(diruntuhkan) hingga kedasar akar-akarnya, ialah pebuatan kezaliman. Karena
perbuatan zalim merupakan cerminan sikap yang tercela, dan tidak baik serta
merugikan orang lain. Oleh karena itu zalim harus dihentikan agar hidup selalu
cinta damai.
Baris
ketujuh dan kedelapan.
Jika
adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah
hanya Rasul Tuhan
Pada bait tersebut penyair yang
kedudukannya sebagai orang tua dari anak-anaknya, berusaha memberikan nasehat
jika orang yang harus selalu diagungkan dan diingat ialah hanya Rasul dan
Tuhan. Perbuatan yang kita lakukan kelak, saat orang tua telah lepas tanggung
jawabnya untuk menjaga. Si anak harus belajar hidup sendiri menata perilaku dan
perbuatannya, dan orang tua menginginkan anaknya mencontoh Rasul agar hidupnya
bahagia. Karena Rasul adalah orang yang tepat untuk dijadikan teladan (panutan)
dalam kehidupan sehari-hari. Rasul merupakan orang yang selalu patuh dan
menjalankan perintah Tuhannya. Oleh karena itu seseorang yang mampu
berkepribadian baik sesuai dengan Rasul, maka ia termasuk kedalam golongan
orang yang disayangi oleh Tuhan.
Baris
kesembilan dan kesepuluh.
Jika
adalah kesempatan memilih mati
Ialah
syahid di jalan Ilahi
Pada bait puisi yang terakhir ini,
orang tua berpesan jika ada kesempatan memilih bagaimana kelak ia meninggal,
orang tua berharap agar anaknya kelak meninggal dalam keadaan baik, yaitu dalam
keadaan berusaha menegakkan atau mempertahankan kebenara agama islam. Karena
seseorang yang meninggal dalam keadaan seperti itu dipastikan ia akan masuk
surga, Tentunya disurga kehidupannya akan selalu indah.
2. Analisis Puisi “Kutahu Kau Kembali Jua Anakku”
KUTAHU KAU KEMBALI JUA ANAKKU
Oleh
: Taufik Ismail
Saudara-kandungku pulang perang,
tangannya merah
Kedua pundak landai tiada tulang
selangka
Dia tegak goyah, pandangnya pada
kami satu-satu
Aku tahu kau kembali jua anakku
Tiba-tiba dia roboh di halaman dia
kami papah
Ibu pun perlahanmengusapi dahinya
tegar
Tanganku amis ibu, tanganku berdarah
Aku tahu kau kembali jua anakku
Siang itu dia tergolek ibu, lekah
perutnya
Aku tak membidiknya, tapi tanganku
bersimbah
Tunduk terbungkuk matanya sangat
papa
Kami sama rebah, kupeluk dia di
tanah
Kauketuk sendiri ambang dadamu
anakku
Usapkan jemari sudah berdarah
Simpan laras bedil yang memerah
Kutahu kau kembali jua anakku
Mimbar
Indonesia,
Th XII, No.
50
1958
Hasil analisis:
Bait pertama
Saudara-kandungku pulang perang,
tangannya merah
Kedua pundak landai tiada tulang
selangka
Dia tegak goyah, pandangnya pada
kami satu-satu
Aku tahu kau kembali jua anakku
Pada bait pertama tersebut
mengambarkan suka-duka ketika menyambut kedatangan seorang anak yang telah kembali
pulang kerumah, setelah lama ia pergi berperang meninggalkan keluarga dan sanak
saudaranya. Namun, keadaannya sangat menyedihkan dan memprihatinkan. Tangannya
merah karena terluka saat perang, kedua bentuk pundaknya berubah menjadi
menurun sedikit demi sedikit (tidak normal seperti lainnya) karena tulang yang
terdapat di bagian bahu yang menghubungkan tulang dada dan tulang bahu
mengalami patah tulang. Tetapi ia tetap kuat berdiri, pandangan kerinduaannya
tetap tajam memandangi sanak saudara yang telah lama ditingalkan. Keyakinan
akan kembalinya anaknya dari perang telah tertanam selalu dalam benak ibunya
dan keyakinan itu telah terbukti, kini anaknya telah kembali dalam pangkuannya
lagi.
Bait kedua
Tiba-tiba dia roboh di halaman dia
kami papah
Ibu pun perlahan mengusapi dahinya
tegar
Tanganku amis ibu, tanganku berdarah
Aku tahu kau kembali jua anakku
Karena keadaan tubuhnya melemah, si
anak tidak dapat kokoh berdiri dalam jangka waktu lama, akhirnya ia roboh tepat
di halaman rumah. Dibantulah ia agar mampu berdiri tegak dan mampu bangkit
berjalan. Ibunya pun dengan kasih sayang mengusapi dahinya yang terlihat tegar
diluar, tetapi menyimpan rasa sakit didalam. Apapun keadaan anaknya saat itu,
biarpun tanganya penuh luka parah, ibunya merasa sangat bahagia, bersyukur
menerima kembalinya si anak dalam keluarga.
Bait ketiga
Siang itu dia tergolek ibu, lekah
perutnya
Aku tak membidiknya, tapi tanganku
bersimbah
Tunduk terbungkuk matanya sangat
papa
Kami sama rebah, kupeluk dia di
tanah
Selanjutnya pada bait ini,
Bait keempat
Kau ketuk sendiri ambang dadamu
anakku
Usapkan jemari sudah berdarah
Simpan laras bedil yang memerah
Kutahu kau kembali jua anakku
3. Analisis “Sebuah Jaket Berlumur Darah”
Sebuah Jaket
Berlumur Darah
Sebuah
jaket berlumur darah
Kami
semua telah menatapmu
Telah
berbagi duka yang agung
Dalam
kepedihan berahun-tahun
Sebuah
sungai membatasi kita
Di
bawah terik matahari Jakarta
Antara
kebebasan dan penindasan
Berlapis
senjata dan sangkur baja
Akan
mundurkah kita sekarang
Seraya
mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'
Berikrar
setia kepada tirani
Dan
mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Spanduk
kumal itu, ya spanduk itu
Kami
semua telah menatapmu
Dan
di atas bangunan-bangunan
Menunduk
bendera setengah tiang
Pesan
itu telah sampai kemana-mana
Melalui
kendaraan yang melintas
Abang-abang
beca, kuli-kuli pelabuhan
teriakan-teriakan
di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi
jenazah ke pemakaman
Mereka
berkata
Semuanya
berkata
LANJUTKAN
PERJUANGAN
1966
Taufik Ismail
Hasil analisis:
Bait pertama
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan berahun-tahun
Bait kedua
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Bait ketiga
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Bait keempat
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang
Bait kelima
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
LANJUTKAN PERJUANGAN
Amanat apa yg terkandung dalam puisi tersebut..?
BalasHapus