BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah
Dalam
berkomunikasi yang dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, sering kali kita
menggunakan berbagai bentuk kata dalam bahasa yang terkadang berbeda-beda pula.
Salah satu bentuk kata yang sering digunakan dalam kegiatan berkomunikasi
biasanya berupa kata ulang atau biasa disebut reduplikasi. Proses reduplikasi
yaitu pengulangan satuan gramatikal, baik selurunya maupun sebagiannya, baik
dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan disebut kata ulang, satuan
yang diulang merupakan bentuk dasar. (Solichi,1996: 9). Misalnya kata ulang rumah-rumah dari bentuk dasar rumah, kata ulang mobil-mobilan dari bentuk dasar mobil,
kata ulang berjalan-jalan
dari bentuk berjalan. Namun, dalam kata ulang tertentu
mungkin mengalami kesulitan dalam menentukan bentuk dasarnya misalnya pada kata
ulang bolak-balik apakah bentuk dasarnya bolak atau balik?, kata
ulang gerak-gerik bentuk dasrnya garak atau gerik? Kata ulang berlari-lari
berasalal dari bentuk dasar belari atau lari? Kata ulang bersalam-salaman
berasal dari bentuk dasar bersalam, salaman, atau bersalaman?.
Di
samping itu, ada pula permasalahan yang sering muncul dalam proses pembentukan
kata ulang. Permasalahan reduplikasi sebagai salah satu peristiwa dalam bahasa,
telah banyak dibicarakan oleh para ahli bahasa Indonesia. Khususnya reduplikasi
morfem atau reduplikasi dalam tataran morfologi bahasa Indonesia. Sampai saat
ini, belum diperoleh deskripsi dengan kriteria yang secara eksplisit dinyatakan
oleh para ahli bahasa. Mereka memang mengklasifikasikan atau menggolongkan
jenis reduplikasi dalam bahasa Indonesia, namun hasilnya pun ternyata
berbeda-beda. Tulisan ini mencoba mengulas secara terperinci mengenai probematika
yang terjadi akibat proses reduplikasi, dengan membahas
tata cara menentukan bentuk
dasar pada kata ulang, cara menentukan proses
pembentukan penggulangan
kata ulang, dan menentukan kata ulang dengan bentuk-bentuk yang menyerupai kata
ulang.
1. 2 Rumusan Masalah
a.
Apasajakah
pengertian reduplikasi menurut berbagai pakar kebahasaan?
b.
Bagaimanakah ciri-ciri kata ulang?
c.
Apasajakah jenis-jenis kata ulang?
d.
Apasajakah Makna yang terdapat dalam kata ulang?
e.
Bagaimanakah cara
menentukan bentuk dasar pada kata
ulang?
f.
Bagaimanakah proses
pembentukan kata ulang?
g.
Bagaimanakah menentukan
kata ulang dengan bentuk-bentuk yang menyerupai kata ulang?
1. 3 Tujuan
a.
Mampu memahami
pengertian reduplikasi yang dikemukakan oleh berbagai pakar kebahasaan, untuk
selanjutnya dapat menarik kesimpulan dari berbagai pengertian yang telah
dikemukakan.
b.
Mampu memahami
ciri-ciri, jenis, dan makna yang
terdapat dalam kata ulang.
c.
Mampu menentukan
bentuk dasar dari suatu kata ulang.
d.
Mampu memahami
proses terbentuknya kata ulang.
e.
Dapat menentukan kata
ulang dengan bentuk-bentuk yang menyerupai kata ulang.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum
dibahas mengenai beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kata ulang seperti
yang telah diuraikan diatas, berikut akan dijelaskan beberapa pengertian-pengertian tentang kata
ulang, ciri-ciri kata ulang, jenis-jenis kata ulang, serta makna-makna yang
terdapat dalam kata ulang.
2.1 Beberapa pengertian reduplikasi menurut berbagai
pakar kebahasaan
1. Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan
mengulang bentuk dasar, baik secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi
fonem maupun tidak. (Soedjito, 1995: 109)
2. Proses pengulangan atau reduplikasi ialah
pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan
variasi fonem maupun tidak. (Ramlan, 1985: 57)
3. Proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan
kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik
bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak.
(Muslich, 1990: 48)
4. Kata ulang ialah kata hasil perulangan bentuk dasar
baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
(Soepeno, 1982: 20}
Berdasarkan
beberapa pendapat mengenai definisi kata ulang tersebut dapat disimpulkan bahwa
proses reduplikasi merupakan proses pengulangan satuan gramatikal, baik
seluruhnya maupun sebagaian, baik dengan variasi fonem maupun tidak, dengan menghasilkan
kata baru yang di sebut sebagai kata
ulang.
2.2 Ciri-ciri Reduplikasi dalam Bahasa Indonesia
Ciri reduplikasi, masih dibagi menjadi dua, yaitu
ciri khusus reduplikasi dan ciri umum reduplikasi sebagai proses pembentuk
kata.
2.2.1 Ciri Khusus Reduplikasi
· Selalu memiliki bentuk dasar dan bentuk dasar kata
ulang selalu ada dalam pemakaian bahasa. Maksud ”dalam pemakaian bahasa” adalah
dapat dipakai dalam konteks kalimat dan ada dalam kenyataan berbahasa. Contoh:
Kata
Ulang
|
Bentuk
Dasar
|
mengata-ngatakan
|
Mengatakan,
bukan” mengata”.
|
menyatu-nyatukan
|
Menyatukan,
bukan “menyatu” (sebab tidak sama dengan kelas kata ulangnya).
|
melari-larikan
|
Melarikan,
bukan melari
|
mempertunjuk-tunjukan
|
Mempertunjukkan,
bukan
“mempertunjuk”.
|
bergerak-gerak
|
Bergerak,
bukan “gerak” (sebab kelas katanya berbeda dengan kata ulangnya)
|
berdesak-desakkan
|
Berdesakan,
bukan “berdesak”
|
·
Ada hubungan semantis
atau hubungan makna antara kata ulang dengan bentuk dasar. Arti bentuk dasar
kata ulang selalu berhubungan dengan arti kata ulangnya. Ciri ini sebenarnya
untuk menjawab persoalan bentuk kata yang secara fonemis berulang, tetapi bukan
merupakan hasil proses pengulangan.
Contoh:
§ Bentuk alun bukan
merupakan bentuk dasar dari kata alun-alun.
§ Bentuk undang bukan
merupakan bentuk dasar dari kata undang-undang.
·
Pengulangan pada
umumnya tidak mengubah golongan kata atau kelas kata. Apabila suatu kata ulang
berkelas kata benda, bentuk dasarnya pun berkelas kata benda. Begitu juga,
apabila kata ulang itu berkelas kata kerja, bentuk dasarnya juga berkelas kata
kerja. Lebih jelasnya, jenis kata kata ulang, sama dengan bentuk dasarnya.
Contoh:
Kata
Ulang
|
Bentuk
Dasar
|
gedung-gedung
(kata benda)
|
gedung
(kata benda)
|
mobil-mobilan
(kata benda)
|
mobil
(kata benda)
|
membaca-baca
(kata kerja)
|
membaca
(kata kerja)
|
berlari-lari
(kata kerja)
|
berlari
(kata kerja)
|
pelan-pelan
(kata sifat)
|
pelan
(kata sifat)
|
cantik-cantik
(kata sifat)
|
cantik
(kata sifat)
|
dua-dua
(kata bilangan)
|
dua
(kata bilangan)
|
Namun
demikian, ada juga pengulangan yang mengubah golongan kata, ialah pengulangan
dengan se-nya, misalnya:
·
Tinggi ►
setinggi-tingginya
·
Luas ► seluas-luasnya
·
Cepat ►
secepat-cepatnya
Kata-kata setinggi-tingginya,
seluas-luasnya, dan secepat-cepatnya termasuk golongan kata
keterangan karena kata-kata tersebut secara dominan menduduki fungsi keterangan
dalam suatu klausa, sedangkan bentuk dasarnya, ialah tinggi, luas, dan
cepat termasuk golongan kata sifat.
2.2.2
Ciri Umum Reduplikasi
Ciri umum reduplikasi atau kata ulang sebagai proses
pembentukan kata adalah sebagai berikut.
1. Menimbulkan makna gramatis.
2. Terdiri lebih dari satu morfem (Polimorfemis).
3. Selalu memiliki bentuk dasar.
4. Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata atau kelas kata.
5. Bentuk dasar kata ulang selalu ada dalam pemakaian bahasa.
6. Arti bentuk dasar kata ulang selalu berhubungan
2.3
Penggolongan Jenis Kata Ulang dalam Bahasa Indonesia
Dari beberapa ciri yang telah disebutkan di atas, dapat di klasifikasikan beberapa jenis kata ulang. Ada dua jenis kata
ulang, yaitu kata ulang murni dan kata ulang semu, sebagaimana berikut:
2.3.1 Kata ulang
murni
adalah kata ulang yang masih dapat dipisah menjadi bentuk yang lebih kecil
dan mempunyai bentuk dasar. berdasarkan bentuk proses pengulangannya,ada empat macam kata ulang murni, yaitu:
1. Pengulangan
Seluruh
Pengulangan
seluruh adalah pengulangan bentuk dasar secara keseluruhan, tanpa berkombinasi
dengan pembubuhan afiks dan tanpa perubahan fonem. Misalnya dapat dilihat pada
table berikut :
Bentuk Dasar
|
Hasil Pengulangan
Seluruh
|
Sembilan
Persatuan
Pembangunan
Satuan
|
Sembilan-sembilan
Persatuan-persatuan
Pembangunan-pembangunan
Satuan-satuan
|
Dari
contoh-contoh diatas terlihat bahwa bentuk dasar dari pengulangan seluruh ada
yang bermorfem tunggal (misalnya sembilan)
dan ada yang bermorfem kompleks (misalnya persatuan,
pembangunan, dan satuan).
2. Pengulangan
sebagian
Pengulangan
sebagian ialah pengulangan bentuk dasar secara sebagian, tanpa perubahan fonem.
Sebagai contohnya, lihatlah tabel berikut:
Bentuk
Dasar
|
Hasil
Pengulangan Sebagian
|
Menulis
Berlari
Seakan
Minuman
Ditulis
|
Menulis-nulis
Berlari-lari
Seakan-akan
Minum-minuman
Ditulis-tulis
|
3. Pengulangan
yang berkombinasi
dengan pembubuhan
afiks
Yang
dimaksud dengan pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks ialah
pengulangan bentuk dasar disertai dengan penambahan afiks secara bersama-sama
atau serentak dan bersama-sama pula mendukung satu arti.
Kata
ulang mobil-mobilan misalnya,
merupakan hasil pengulangan bentuk dasar dengan penambahan afiks. Bentuk dasar
kata ulang itu adalah mobil, tetapi
bukan mobilan atau mobil-mobilan.
Dikatakan demikian, sebab mobilan tidak pernah dijumpai dalam pemakaian
sehari-hari, sedangkan mobil-mobil
yang berarti ’banyak mobil’ tidak ada
kesinambungan arti dengan mobil-mobilan
yang berarti ’menyerupai mobil’.
Di
dalam bahasa Indonesia ada beberapa imbuhan yang dapat bergabung secara
bersama-sama dengan pengulangan bentuk membentuk satu arti, yaitu
{-an},{ke-an}, dan{se-nya}. Misalnya terlihat pada tabel berikut.
Bentuk
Dasar
|
+
Pengulangan
dan pembubuhan afiks
|
Hasil
pengulangan
|
Rumah
Kuda
Kuning
Hijau
Baik
Lincah
|
+ (pengulangan)-an
+ (pengulangan)-an
+ ke-(pengulangan)-an
+ ke-(pengulangan)-an
+ se-(pengulangan)-nya
+ se-(pengulangan)-ya
|
rumah-rumahan
kuda-kudaan
kekuning-kuningan
kehijau-hijauan
sebaik-baiknya
selincah-lincahnya
|
4. Pengulangan
dengan perubahan fonem
Yang
dimaksud dengan pengulangan perubahan fonem ialah pengulangan bentuk dasar
dengan disertai perubahan fonem. Pengulangan jenis ini sudah tidak produktif
lagi dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, berdasarkan hasil perbandingan, masih
dapat dibuktikan bahwa pengulangan jenis ini memang ada dalam bahasa Indonesia.
Misalnya, kata ulang gerak-gerik.
Dalam
bahasa Indonesia ada dua macam model pengulangan perubahan fonem, yaitu
pengulangan fonem vokal dan pengulangan konsoanan.
Contoh
pengulangan dengan perubahan fonem vokal :
·
bolak-balik (bentuk
dasar : balik )
·
serba-serbi ( bentuk
dasar : serba )
·
robak-robek ( bentuk
dasar : robek )
Contoh pengulangan dengan perubahan fonem
konsonan:
·
lauk-pauk (bentuk dasar
: lauk)
·
ramah-tamah (bentuk
dasar : ramah)
·
beras-petas ( bentuk
dasar : beras)
2.3.2 Kata ulang semu
Kata ulang semu sebenarnya bukan kata ulang, tetapi menyerupai kata ulang karena bentuk dasarnya
mirip dengan kata ulang
Contoh: mondar-mandir, compang-camping, onde-onde.
2.4 Makna
Kata Ulang dalam Bahasa Indonesia
Terdapat
beberapa makna baru setelah proses pembentukan kata ulang, makna-makna tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Kata ulang yang menyatakan banyak tidak menentu
- Pulau-pulau yang ada di dekat perbatasan dengan negara lain perlu
diperhatikan oleh pemerintah.
2. Kata ulang yang menyatakan sangat
- Anak kelas 3 ipa 1 orangnya malas-malas dan sangat tidak kooperatif.
3. Kata ulang yang menyatakan paling
-Imam adalah orang tertinggi di Indonesia, tinggi badanya sekitar 200 m.
4. Kata ulang yang menyatakan mirip / menyerupai / tiruan
4. Kata ulang yang menyatakan mirip / menyerupai / tiruan
- Adik membuat kapal-kapalan dari kertas yang dibuang Pak Jamil tadi pagi.
5. Kata ulang yang menyatakan saling
atau pekerjaan berbalasan
- Ketika mereka berpacaran selalu saja cubit-cubitan sambil tertawa.
6. Kata ulang yang menyatakan bertambah
atau makin
- Biarkan dia main hujan! lama-lama dia akan kedinginan juga.
7. Kata ulang yang menyatakan waktu
atau masa
- Datang-datang dia langsung tidur di kamar karena kecapekan.
8. Kata ulang yang menyatakan berusaha
atau penyebab
- Setelah kejadian itu dia menguat-nguatkan diri mencoba untuk tabah.
9. Kata ulang yang menyatakan terus-menerus
- Mirnawati selalu bertanya-tanya pada dirinya apakah kesalahannya pada
Bram dapat termaafkan.
10. Kata ulang yang menyatakan agak
(melemahkan arti)
- Kepala adik pusing-pusing.
11. Kata ulang yang menyatakan beberapa
- Mas parto berminggu-minggu tidak apel ke rumahku. Ada apa ya?
12. Kata ulang yang menyatakan sifat
atau agak
- Wajahnya terlihat kemerah-merahan ketika pujaan hatinya menyapa dirinya.
13. Kata ulang yang Bermakna
kolektif
- Masuklah ke ruang ujian lima-lima saja!
2.5 Problematika
dalam Menentukan Bentuk Dasar Kata
Ulang
Kata
Ulang
|
Bentuk
Dasar
|
berjalan-jalan
|
Berjalan
(bukan jalan), karena merupakan kata ulang sebagian dan berjalan berjenis
kata kerja
|
tumbuh-tumbuhan
|
Tumbuhan
(bukan tumbuh), karena tumbuhan kata benda sedangkan tumbuh kata kerja(kata
ulang tidak mengubah kelas kata)
|
berpandan-pandangan
|
Berpandangan
(bukan pandangan), karena berpandangan merupakan kata kerja, sedangkan
pandangan kata benda, berpandang tidak dijumpai dalam tuturan.
|
Gerak-gerik
|
Gerak
(bukan gerik), karena tidak ada bentuk gerik berdiri sendiri. Selain itu ada
bentuk bergerak, gerakan, tetapi tidak ada bentuk bergerik, gerikan
|
Bolak-balik
|
Balik
(bukan balik), karena ada bentuk berbalik, membalikkan, tetapi tidak ada
bentuk berbolak atau membolakkan
|
Robak-rabik
|
Robek
(bukan robak atau rabik0 karena ada bentuk dirobek, robekan, merobek, tetapi
tidak ada bentuk merobak, dirobak, merabik, dirabik
|
Lauk-pauk
|
Lauk
(bukan pauk), karena tidak dijumpai dalam tuturan
|
Ramah-tamah
|
Ramah
(bukan tamah), karena tidak dijumpai dalam tuturan
|
2.6 Problematika Proses Penggulangan Kata Ulang
Pada kata ulang tertentu
sering dijumpai adanya kesulitan dalam menentukan proses pengulangannya seperti
telah diuraikan di depan. Berikut akan diuraikan mengenai proses pengulangan
kata yang yang sering menimbulkan permasalahan, di antarnya:
Pengulangan
bentuk dasar kereta menjadi kereta-kereta menyatakan makna
’banyak’, sedangkan pada kereta-keretaan tidak terdapat makna ’banyak’.
Yang ada makna ’sesuatu yang menyerupai bentuk dasar’. Jelaslah bahwa
satu-satunya kemungkinan ialah kata kereta-keretaan terbentuk dari
bentuk dasar kereta yang diulang dan mendapat afiks –an. Namun, Menurut
Ramlan, proses tersebut dinilai tidak mungkin jika dilihat dari faktor makna.
Contoh kata ulang yang lain sebagai berikut:
mobil → mobil-mobilan
gunung → gunung-gunungan
orang → orang-orangan
anak → anak-anakan
kereta → kereta-keretaan
Demikian
juga kata-kata kehitam-hitaman, keputih-putihan, kemerah-merahan,
sejelek-jeleknya, setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, dan sebagainya,
juga terbentuk dengan cara yang sama sebagaimana cara di atas, yaitu dengan
pengulangan dan pembubuhan afiks pada bentuk dasarnya:
hitam → kehitam-hitaman
putih → keputih-putihan
merah → kemerah-merahan
jelek → sejelek-jeleknya
tinggi → setinggi-tingginya
dalam → sedalam-dalamnya
Proses
pembentukan kata ulang berimbuhan seperti ini, sebenarnya sama dengan kereta
menjadi kereta-kereta dan ditambahui imbuhan -an. Hanya saja, bentuk kereta-keretaan
tidak berasal dari kereta-kereta yang diberi imbuhan -an, karena secara
makna keduanya tidak ada kesamaan.
2.7 Problematika Bentuk-bentuk yang menyerupai Kata
Ulang
Ada
beberapa bentuk yang sering dianggap sebagai kata ulang, tetapi sebenarnya
bentuk-bentuk tersebut oleh beberapa pakar bahasa tidak disebut sebagai kata
ulang atau ada pakar bahasa yang mengelompokkan sebagai kata ulang semu.
Kata-kata tersebut antara lain:
mondar-mandir
compang-camping
kocar-kacir
kupu-kupu
gado-gado
onde-onde
Bentuk-bentuk
tersebut tidak pernah dijumpai berdiri sendiri dalam tuturan, misalnya onde,
kupu, gado, mondar, camping. Dengan demikian kata tersebut merupakan bentuk
dasar. Lebih lanjut Soedjito hanya mengelompokkan bentuk- bentuk seperti kupu-kupu,
onde-onde, dan gado-gado saja dalam kata ulang semu. Sedangkan mondar-mandir,
compang-camping, dan kocar-kacir, dikelompokkannya dalam bentuk kata ulang
berubah bunyi, hanya saja bentuk dasarnya tidak diketahui.
Sementara
itu, sering juga dijumpai bentuk simpang-siur, sunyi-senyap, beras-petas yang
sementara ini oleh orang awam dianggap sebagai kata ulang, ternyata juga bukan
merupakan kata ulang. Berkaitan dengan masalah ini, Ramlan (200: 76),
menjelaskan bahwa bila bentuk tersebut dianggap sebagai kata ulang, berarti
bahwa siur perubahan dari simpang, senyap perubahan dari sunyi,
dan petas dari beras. Mungkinkah siur dari simpang,
senyap dari sunyi, dan petas dari beras? Secara
deskripsi tentu hal ini tidak mungkin. Perubahnnya sangat sukar dijelaskan.
Kata-kata tersebut, kiranya lebih tepat dimasukkan dalam golongan kata majemuk
yang salah satu morfemnya berupa morfem unik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reduplikasi
merupakan proses pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun
sebagaian, baik dengan variasi fonem maupun tidak, dengan menghasilkan kata
baru yang disebut sebagai kata ulang. Ciri reduplikasi dibagi menjadi dua, yaitu ciri khusus reduplikasi
dan ciri umum reduplikasi sebagai proses pembentuk kata. Dari beberapa ciri yang ada, diperoleh dua jenis kata
ulang, yaitu kata ulang murni dan kata ulang semu. Dalam proses
reduplikasi akan menghasilkan makna baru, yang berbeda-beda sesuai dengan
konteks kalimat yang digunakan.
Pada kenyataannya,
ketika dosen menjelaskan bagaimana proses reduplikasi itu terjadi, sering kali
timbul berbagai macam permasalahan yang membingungkan mahasiswa dalam memahami
teori reduplikasi. Permasalahan yang sering muncul dan ditanyakan oleh
mahasiswa dalam proses reduplikasi antara lain mengenai penentuan bentuk dasar
kata ulang tertentu, proses reduplikasi pada kata ulang tertentu, dan
bentuk-bentuk yang menyerupai reduplikasi apakah bentuk tersebut dapat
digolongkan sebagai reduplikasi atau tidak.
3.2 Saran
Permasalahan-permasalahan
tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan berbagai cara, misalnya membaca buku yang
membahas tentang reduplikasi, browsing internet mencari informasi yang
sebanyak-banyaknya tentang reduplikasi, atau bahkan bertanya secara intensif kepada orang-orang yang telah paham dibidang
kebahasaan. Agar terhindar dari kesalahan dalam kegiatan berbahasa, bagi seluruh pengguna bahasa disarankan untuk
menggunakan cara umum yang kebanyakan digunakan oleh masyarakat, atau dapat berpedoman
pada EYD.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys.
1980. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
Muslich, Masnur. 1990. Tata
Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif.
Malang: YA 3 Malang.
Ramlan. 2001. Morfologi Suatu
Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Solichi, Mansur. 1996. Hand-Out Morfologi. Malang: IKIP Malang.
Soedjito.
1995. Morfologi Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang.
www.google.com
Komentar
Posting Komentar