Langsung ke konten utama

PENDEKATAN SOSIOLOGIS SASTRA


PENDEKATAN SOSIOLOGIS SASTRA

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Kritik Sastra
Yang dibina oleh Bapak Wahyudi Siswanto



Oleh :
Enif Nurul K
Faiz Akhmalia
Ratna Sari Dewi
Siti Rohmatus S



Description: Logo um bw.bmp




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
  PRODI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA dan DAERAH
April  2012
PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA

Secara etimologi, sosiologi berasal dari kata ‘sosio’ atau ‘society’ yang bermakna masyarakat dan ‘logi’ atau logos yang artinya ilmu. Jadi sosiologi dalam arti sederhana adalah ilmu tentang masyarakat atau ilmu tentang kehidupan masyarakat. Dalam arti yang lebih luas lagi sosiologi merupakan telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung dan bagaimana ia tetap ada. Oleh karena itu dalam pendekatan sosiologis biasanya yang dianalisis adalah manusia dalam masyarakat dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat sampai kedalam manusia sebagai individu.
Menurut Ratna (1984:61) dasar pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksud disebabkan oleh:
a.      Karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang
b.     Pengarang itu sendiri adalah masyarakat
c.      Pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat
d.     Hasil karya sastra itu dimanfaatkan oleh masyarakat.

Menurut Teeuw (1984:61) anggapan yang timbul dari pendekatan karya sastra bahwa sastra memiliki struktur yang otonom meskipun tidak dapat dipisahkan dari latar belakangnya, yaitu masyarakat dengan segenap budaya, tradisi, dan keberadaanya. Pendekatan sosiologis dalam karya sastra yang memiliki struktur otonom dengan latar belakang tradisi dan budaya dimana karya sastra merupakan cerminan dari sosial budaya suatu masyarakat tertentu pada masa tertentu.
Sedangkan menurut Ian Watt Sapardi (dalam Faruk 1999:4) mengemukakan tiga aspek yang digunakan dalam pendekatan, yang pertama adalah konteks sosial pengarang. Hal ini berhubungan dengan posisi sosial pengarang dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Selain itu dalam hal ini juga diteliti bagaiman pengarang mendapatkan mata pencaharianny, sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannyya sebagai suatu profesi, dan masyarakat apa yang dituju oleh pengarang. Kedua, adalah sastra sebagai cermin masyarakat yakni sastra mencerminkan masyarakat pada waktu sastra tersebut ditulis, sejauh mana karakter pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikan, dan sejauh mana genre sastra yang digunakan dapat mewakili seluruh elemen masyarakat. Ketiga, adalah fungsi sosila sastra apakah berfungsi sebagai penghibur saja atau sebagai perombak masyarakat, dan sejauh mana terjadi sintesis kemungkinan antara keduanya,
Menurut Wellek dan Warren (1956:84) , pengklasifikasian kajian sosiologi meliputi tiga hal, pertama sosiologi pengarang yang mempermaslahkan atau membahas tentang status sosial, idiologi, sosiologi, dan sebagainya yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra. Kedua, sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan unsure-unsur pembentuk suatu karya sastra itu sendiri. Hal tersebut membahas hal yang menjadi pokok permaslahan. Ketiga, sosiologi sastra yang mempermaslahkan pembaca dengan pengaruh sosial karya sastra.
Sosiologi dapar digunakan untuk menghindari hakikat karya sastra yang dibahas. Niali sosiologis dapat mengalami perubahan dalam karya sastra sesuai dengan keinginan pengarang. Dalam  pendekatan sosiologi sastra hendaklah memperhatikan:
a.           Peralatan sastra murni yang dipakai pengarang untuk menampilkan masa sosial dalam dunia rekaannya. Dimana karya sastra yang dibuat oleh  pengarang merupakan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri merupakan refleksi sosial atau kenyataan sosial
b.          Pengarang itu sendiri, lengkap dengan kesadaran dan tujuannya. Dimana pengarang menciptakan suatu karya sastra untuk menyampaikan pesan-pesan kepada pembacanya untuk dipahami dan menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupannya, dan kehidupan tersebut mencakup hubungan antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan individu, antara individu dengan individu dan antara peristiwa dalam batin seseorang.

Sasaran Pendekatan Sosiologi Sastra
a. Konteks Sosial Pengarang
Konteks sosial sastrawan ada hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam bidang pokok ini termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya. Oleh karena itu, yang terutama diteliti adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana sastrawan mendapatkan mata pencaharian; apakah ia menerima bantuan dari pengayom atau dari masyarakat secara langsung atau bekerja rangkap.
2) Profesionalisme dalam kepengarangan; sejauh mana sastrawan menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi.
3) Masyarakat yang dituju oleh sastrawan. Dalam hal ini, kaitannya antara sastrawan dan masyarakat sangat penting sebab seringkali didapati bahwa macam masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi karya sastra mereka (Damono, 1979: 3-4).

b. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Sastra sebagai cermin masyarakat yaitu sejauh mana sastra dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakatnya. Kata “cermin” di sini dapat menimbulkan gambaran yang kabur, dan oleh karenanya sering disalah artikan dan disalah gunakan. Dalam hubungan ini, terutama harus mendapatkan perhatian adalah.
1) Sastra mungkin dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis, sebab banyak ciri masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis.
2) Sifat “lain dari yang lain” seorang sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya.
3) Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh masyarakat.
4) Sastra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa dipercaya atau diterima sebagai cermin masyarakat. Demikian juga sebaliknya, karya sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan masyarakat secara teliti barangkali masih dapat dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan masyarakat. Pandangan sosial sastrawan harus diperhatikan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin masyarakat (Damono, 1979: 4).

c. Fungsi Sosial Sastra
Pendekatan sosiologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “Sampai berapa jauh nilai sastra berkait dengan nilai sosial?”, dan “Sampai berapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai sosial?” ada tiga hal yang harus diperhatikan.
1) Sudut pandang yang menganggap bahwa sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Dalam pandangan ini, tercakup juga pandangan bahwa sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak.
2) Sudut pandang lain yang menganggap bahwa sastra bertugas sebagai penghibur belaka. Dalam hal ini gagasan-gagasan seni untuk seni misalnya, tidak ada bedanya dengan usaha untuk melariskan dagangan agar menjadi best seller.
3) Sudut pandang kompromistis seperti tergambar sastra harus mengajarkan dengan cara menghibur (Damono, 1979: 4).

Hubungan Sastra dengan Masyarakat
        
Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, karena sastra itu sendiri merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat yang dihasilkan oleh pengarang yang merupakan bagian dari anggota masyarakat dan pembentukannya pun berdasarkan desakan-desakan emosional atau rasional masyarakat.
Menurut Wellek dan Warren (1990:109) hubungan antara sastra dan masyarakat sastra adalah intuisi sosial yang menggunakan medium bahasa. Dalam hal ini sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan itu sendiri sebagian besar dari kenyataan sosial, meskipun karya sastra itu sendiri bersifat fiksi dalam artian hanya meniru. Hal tersebut mencerminkan bahwa karya sastra memiliki kaitan yang erat dengan intuisi sosial yang pengungkapannya menggunakan bahasa sebagai medium penyampaian pesan antara pengarang terhadap pembaca mengenai sebuah karya sastra.
Menurut Sasraswati (2003:78) dalam konsep structural karya sastra itu sendiri adalah suatu totalitas dimana sastra merupakan produk dari dunia sosial yang senantiasa berubah-ubah, merupakan suatu kesatuan dinamis yang bermakna dan perwujudan nilai-nilai peristiwa.

Hubungan Masalah Sastra dengan Sosiocultural

a.      Karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya, apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya.
b.     Setiap karya sastra yang bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah suatu moral, baik dalam hubungannya dengan kebudayaan sumbernya maupun hubungannya dengan orang-perorang.
c.      Masyrakat dapat mendekati karya sastra dengan 2 arah:
1.Sebagai suatu kekuatan atau faktor material istimewa
2.Sebagai tradisi, yakni kecenderungan spiritual maupun cultural yang bersifat kolektif.

Dengan begitu dapat disimpulakan bahwa sastra dapat mencerminkan perkembangan sosiologis dan dapat mencerminkan perkembangan suatu masyarakat.


Fungsi karya Sastra

1. Sebagai penghibur dan mendidik (wellek:1976), dimana karya sastra selain bertujuan untuk menghibur juga mendidik para pembaca agar mengetahui atau memahami perasaan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karya sastra.
2. Sebagai ungkapan keindahan sastrawan mengenai suatu objek, dimana lewat sebuah karya sastra para pengarangf dapat mengungkapkan dan menuangkan segala perasaan yang ingin diungkapkan oleh pengarang lewat sebuah tulisan dalam karya sastra mengenai sutu objek yang ingin diungkapkan noleh pengarang.
3. Sebagai sarana mencari uang, dimana karya sastra dapat digunakan semata-mata sebagai sarana mencari uang atau untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, yaitu pengarang dengan menjual hasil karya sastra yang mereka buat kepada para pembaca.
4. Karya sastra dapat digunakan sebagai propaganda, dengan karya sastra para pengarang dapat menyampaikan suatu maksud atau pesan yang ditujukan kepada khlayak umum/pembaca agar para pembaca melakukan pesan atau maksud yang ada pada karya sastra tersebut, terlepas dari baik atau buruknya pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pemahaman hubungan masyarakat dengan sastra tidak lepas dari pemahaman terhadap fungsi, kedudukan, dan interaksi karya tersebut dengan unsure-unsur yakni latar belakang sosila-budaya yang mengiringinya. Sehingga dalam mempelajari sastra juga dapat mengarah pada mempelajari masyarakatnya menyangkut nilai-nilai yang dianut, aspirasi, tingkat cultural, pandangan hidup.




Tujuan Pendekatan Sosiologi Sastra
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran lengkap, utuh dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara sastrawan, karya sastra dan masyarakat. Yakni: seberapa jauhkah nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan seberapa jauhkah nilai sosial mempengaruhi nilai sastra.

Sinopsis Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma

Renjani adalah seorang mantan penari balet setelah dirinya diperkosa, hamil, dan dipaksa untuk mengaborsi kandungannya. Ia memutuskan membuang masa lalunya dan pindah ke Yogyakarta. Di perjalanan di kereta, ia duduk bersebelahan dengan seorang wanita yang disuruh untuk membuang bayi cacat yang kini berada dalam gendongannya. Sesampai di Yogyakarta, ia menempati rumah Neneknya yang sangat besar. Kemudian Renjani teringat kisah perjalanannya dan mendirikan rumah asuh untuk anak-anak yang cacat bernama Ibu Sejati. Seorang wanita yang filosofis terhadap sifat manusia sekaligus pintar membaca kartu tarot, Mbak Wid melamar sebagai dokter anak disana. Mbak Widpun mempunyai masa lalu sendiri, ia adalah anak dari seorang pelacur yang mudah hamil. Hanya Mbak Wid saja benih yang berhasil lahir, sementara itu, seluruh benih lain diaborsikan oleh sang ibu. Hal itu membuat Mbak Wid bertekad menjadi seorang dokter anak. Renjani kemudian menemukan Dewa seorang anak cacat yang diberikan ke rumah itu. Dewa diasuh Renjani hingga Renjani merasa bahwa Dewa adalah anaknya sendiri. Sampai umurnya yang menjelang kedelapan, Dewa belum bisa merespon karena distorsi fungsi otak dan tuna wicara yang dialaminya.
Suatu hari, Renjani menemukan Dewa membongkar perlengkapan baletnya. Renjani menggunakannya dan menari sambil menyetel musik klasik, saat itulah Dewa merespon dengan mengangkat kepalanya. Renjani berpikir Dewa bisa disembuhkan dengan terapi musik atau tarian, Renjanipun mencarikan sebuah resital musik atau tari untuk disinggahi. Mereka menonton resital musik biola. Setelah selesai, Dewa tidak mau pulang. Saat itulah seorang pemuda yang memainkan biola di resital tadi, Bhisma memperkenalkan diri sambil membawa biola dan tongkat geseknya. Dewa menggenggam tongkat itu terus. Bhisma akhirnya mengantarkan Renjani dan Dewa hingga ke Ibu Sejati, Dewa diperbolehkan memegang tongkat itu hingga esok. Esoknya, Bhisma dan Renjani berbicara banyak, dari situlah Renjani tahu bahwa Bhisma juga turut perhatian dengan anak-anak yang cacat. Bhisma menjadi dekat dengan Mbak Wid dan Renjani juga. Pada malam hari, Bhisma mengajak Renjani untuk berkolaborasi dihadapan Dewa, Renjani akan menari sementara Bhisma memainkan biola. Hal itu terbukti, Dewa mengangkat kepalanya lagi. Renjani dan Bhisma berpelukan dan nyaris berciuman sebelum Renjani menghentikannya.
Bhisma mengurung diri di kamarnya membuat sebuah sonata yang berjudul Biola Tak Berdawai, diciptakan untuk Dewa. Bhisma memperdengarkan lagu yang belum selesai ia buat kepada Dewa dan Renjani lewat telepon. Pertemuan Renjani dengan Bhisma keesokan harinya membuat satu janji, Bhisma harus menyelesaikan Biola Tak Berdawai itu. Lalu, Bhisma mengurung diri lagi dan berkata lewat telepon bahwa ia akan memperdengarkannya di tempat resital dimana Bisma dan Renjani bertemu. Resitalpun berlangsung, hingga selesai, Bhisma tidak melihat Renjani maupun Dewa. Ia pun membuang sonata yang telah terselesaikan. Bhisma menjadi murung, lalu memutuskan untuk ke Ibu Sejati. Disana ada Mbak Wid yang menceritakan bahwa Renjani ternyata mengidap kanker rahim yang ia dapati setelah melakukan aborsi yang sembarangan. Renjani sendiri mengira bahwa itu adalah maag biasa. Pada malam resital Bhisma, Dewa dan Renjani sudah rapih, tetapi Renjani tiba-tiba ambruk dan dibawa ke rumah sakit. Ia meninggal setelah seminggu dalam keadaan koma. Bhisma menangisi Renjani sambil memeluk Dewa yang terduduk disamping tempat tidur. Beberapa hari kemudian, Bhisma bersama Dewa mengunjungi makam Renjani. Bhisma kemudian mendudukkan Dewa disamping nisan, lalu Bhisma mengambil biola dan memainkan Biola Tak Berdawai, menuntaskan janjinya kepada Renjani.

Analisis Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma

Novel Biola Tak Berdawai karya Seno Guira Ajidarma dipilih sebagai objek kajian dalam penelitian ini karena beberapa hal. Pertama, karya sastra merupakan cerminan dari apa yang ada dalam masyarakat, sehingga munculnya sebuah karya yang diilhami oleh realita yang selalu memiliki makna mendalam yang ingin diungkapkan oleh pengarangnya. Menurut Damono (Dalam Faruk 1999:4) sastra merupakan cerminan dari masyarakat, sastra menampilkan gambaran kehidupan antar masyarakat dengan seseorang. Meskipun novel Biola Tak Berdawai ini bersifat fiktif namun novel yang digarap oleh Seno Guira Ajidarma tersebut memiliki nilai realis dalam artian yang khusus yaitu dunia fiktif yang memberi kesan pada dunia atau merujuk pada suatu realita tertentu. Novel Biola Tak Berdawai ini begitu cermat menghadirkan realita yang mengangkat permasalahan dengan menonjolkan sisi budaya, moral, spiritual, dan kemanusiaan untuk menyampaikan sebuah makna yang terkandung.
Kedua, karena novel Biola Tak Berdawai ini popular di kalangan masyarakat. Novel ini merupakan salah satu karya sastra popular yang banyak diminati dan menjadi konsumsi masyarakat. Slah satu bukti dari kepopuleran novel ini adalah difilmkannya cerita ini sebelum disusun sebagai sebuah novel dan film tersebut pernah ditayangkan hamper di seluruh bioskop di Indonesia. Ketiga, karena novel Biola Tak Berdawai ini dipaparkan denagn cara menunjukan niali-nilai budaya secara terbuka dan positif. Tidak seperti novel-novel Jawa popular lainnya yang banyak mengkritisi budaya Jawa sebagai suatu budaya yang kuno atau klasik. Novel Biola Tak Berdawai menyuguhkan nilai-nilai budaya Jawa dengan memaparkan segala kelebihannya.
Keempat, karena film dari Biola Tak Berdawai ini mendapatkan sambutan baik dikancah internasional. Film dari Biola Tak Berdawai ini telah mengikuti tiga kali festival film yang berbeda di tiga negara yang berbeda. Prestasi yang sangat membanggakan adalah bahwa film tersebut mendapatkan lima piala dalam festival yang telah diikuti. Hali ini merupakan  bukti bahwa cerita dari Biola Tak Berdawai ini mendapat perhatioan yang cukup besar dari masyarakat. Alasan tersebut dia atas mendorong peneliti untuk mengkaji novel Biola Tak Berdawai. Sehingga jelas bahwa novel Biola Tak Berdawai ini sangat diminati oleh masyarakat.




Komentar

  1. kurang baik, perlu di tingkatkan lagi yahhhh....
    kalau bisa di sertai gambar biar gk bosan liat tulisan mulu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf, ini kan makalah yg sifatnya formal. seandainya diberi gambar justru salah gan.kecuali diagram atau model atau alur analisis. oke?

      Hapus
  2. gan, kalau ditambahkan daftar pustaka gmna? buat referensi

    BalasHapus
  3. bagus trimakasih buat bahan skripsi saya. lanjutkan mas karya nya saya tunggu .

    BalasHapus
  4. kamu cantik, hati-hati demi masa depan kamu, jangan terlalu berpose didunia maya, terimah kasih makalahnya

    BalasHapus
  5. Terimakasih atas apresiasinya. Wanita tulen kakak-kakak. semoga bermanfaat

    BalasHapus
  6. thanks banget udah ngasih infox....

    BalasHapus
  7. btw kamu punya buku pendekatan sosiologi karya Dr. Faruk gak? soalnya lagi butuh banget penjelasannya, kalau bisa di share dong .....yang PDF

    BalasHapus
  8. mba yang cantik, manis & imut kalo bisa sekalian dengan daftar pustakanya .....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Puisi “Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa”

METAFORA be a great blog 1. Analisis Puisi “Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa” Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa Oleh: Taufik Ismail Jika adalah yang harus kaulakukan Ialah menyampaikan kebenaran Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan Ialah yang bernama keyakinan Jika adalah yang harus kau tumbangkan Ialah segala pohon-pohon kezaliman Jika adalah orang yang harus kauagungkan Ialah hanya Rasul Tuhan Jika adalah kesempatan memilih mati Ialah syahid di jalan Ilahi April, 1965 Hasil analisis:             Ketika seseorang anak mulai menginjak usia kedewasaan, tentunya ia memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap dirinya dan keluarganya. Ketika anak mulai beranjak dewasa, saat ia mampu bekerja sendiri mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya, tanggung jawab orang tua kepada anaknya itu perlahan akan bebalik menjadi tanggung jawab seorang anak untuk orang tuannya. Oleh karena itu, pada puisi “ Nase

MACAM GAMES UNTUK ICE BREAKING

METAFORA be a great blog PANDUAN  WICARA KELOMPOK 09 PERMAINAN (GAMES) Di dalam materi wicara kelompok 09 ini berisikan teori tenang games yang meliputi Unjuk Kebolehan  ( Yel-Yel ), Akting Beregu ( Team Acting ), Sebut Nama Panggilan ( Say The Nickname ), Perang  Fantastik  ( Fantastic War ), Apa Selanjutnya? (What’s Next?); Mari Kita Bercerita! ( Let’s Tell A Story !), Resep Gotong Royong ( What’s in The Soup? ), Ceritakan Gambar  ( Telling The Picture), Bisik Berantai ( The Grape Vive ), Kontes Ucapan ( Pronounciation Contest ), Dua Puluh Pertanyaan ( Twenty Question ), Teka-Teki ( Guessing ), dan Tebak Gerak-Gerik ( Guess The Gestures ) TUJUAN PEMBELAJARAN             Setelah menerima sajian tentang pokok bahasan wawancara ini diharapkan mahasiswa dapat: (2) menunjujkkan contoh-contoh permainan (games) dalam kegiatan wicara kelompok; dan (1) melakukan simulasi permainan (games) dalam kegiatan wicara kelompok sesuai denganj aturan main yang telah ditentukan. K

KRITIK SASTRA CERPEN ANAK KEBANGGAN

Nama          : Enif Nurul Khoirubianti NIM/OFF   : 110211413115/BB WUJUD KECINTAAN SEORANG AYAH YANG DISALAH GUNAKAN OLEH ANAK YANG DIBANGGAKANNYA Judul Cerpen             : Anak Kebanggaan Halaman                       : 15-26 Penulis                         : A.A. Navis Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit            : Cetakan ke-16, 2010 1. Sinopsis cerpen “Anak Kebanggan” karya A. A. Navis             Ompi adalah seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinnya, selain itu Ompi juga seorang yang kaya raya. Setelah kepergian istrinnya, Ompi hanya tinggal dengan anak semata wayangnnya yaitu, Indra Budiman. Ompi berangan-angan anaknya menjadi seorang dokter. Akhirnnya, Indra Budiman pergi ke Jakarta untuk melanjutkan studi SMA disana. Semenjak itu, Ompi yakin anaknya akan menjad