Langsung ke konten utama

KRITIK SASTRA CERPEN ANAK KEBANGGAN



Nama         : Enif Nurul Khoirubianti
NIM/OFF  : 110211413115/BB

WUJUD KECINTAAN SEORANG AYAH YANG DISALAH GUNAKAN OLEH ANAK YANG DIBANGGAKANNYA


Judul Cerpen             : Anak Kebanggaan
Halaman                     : 15-26
Penulis                        : A.A. Navis
Penerbit                    : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit           : Cetakan ke-16, 2010



1. Sinopsis cerpen “Anak Kebanggan” karya A. A. Navis
            Ompi adalah seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinnya, selain itu Ompi juga seorang yang kaya raya. Setelah kepergian istrinnya, Ompi hanya tinggal dengan anak semata wayangnnya yaitu, Indra Budiman. Ompi berangan-angan anaknya menjadi seorang dokter. Akhirnnya, Indra Budiman pergi ke Jakarta untuk melanjutkan studi SMA disana. Semenjak itu, Ompi yakin anaknya akan menjadi seorang dokter. Dan benarlah. Setiap semester Indra Budiman mengirim rapor dengan nilai-nilai yang baik. Ketika Ompi membaca surat anaknya yang memberitahukan kemajuannya, Ompi berlinang air mata. Ompi akan melakukan dan membayar sebanyak apa pun agar sang anak menjadi dokter.


             Semenjak itu, Ompi tidak sabar menunggu anaknya menjadi dokter. Semua orang tahu itu adalah cita-cita Ompi yang hanya akan menjadi mimpi. Indra Budiman selama ini berbohong kepada Ompi. Ompi tidak percaya dengan omongan orang-orang tentang anaknya. Ia terus mengirim banyak uang tanpa memikirkan akibatnya hanya untuk menentang omongan orang tentang anaknya.Orang-orang menjadi kasihan kepada Ompi.
            Suatu ketika, perasaan bangga Ompi berubah jadi rasa gelisah. Ompi gelisah karena surat-surat yang ia kirimkan kepada anaknnya, tidak ada satupun yang dibalas. Sudah beberapa bulan Ompi menunggu surat balasan dari Indra budiman tapi tak datang juga. Ompi putus asa. Saat itu juga Pak Pos datang membawa tumpukan surat Ompi yang dikembalikan. Ompi jatuh sakit. Hingga pada suatu hari, Pak Pos datang mengirimkan surat yang berisi kabar bahwa Indra Budiman sudah meninggal. Ompi tidak sanggup membaca dan mendengar isi surat itu karena ia tidak mau mati lemas karena bahagia mendapat surat dari anaknya.

2. Identitas Tokoh
Ditemukan beberapa tokoh yang terdapat dalam cerpen yang berjudul “Anak Kebanggan” karya A.A. Navis. Tokoh-tokoh tersebut diantarannya adalah Ompi, Indra Budiman, dan Aku. Di bawah ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai identitas ketiga tokoh yang telah disebutkan sebelumnnya.
·         Ompi: Seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinnya selama 12 tahun. Memiliki seorang anak yang sangat disayangi dan dibanggakan, yaitu Indra Budiman.
·         Indra Budiman: Anak semata wayang Ompi yang memutuskan untuk melanjutkan sekolah SMA di Jakarta. Keputusan tersebut membuat Indra Budiman tumbuh menjadi laki-laki yang memiliki prilaku tidak baik, hingga ia tega membohongi ayahnnya.
·         Aku: Seseorang yang begitu baik dan menjadi satu-satunnya orang yang masih mau memperhatikan serta merawat kondisi ompi saat ia terpuruk karena cemas menanti kabar dari anaknnya yang tak kunjung datang.
3.  Klasifikasi berdasarkan
a.       Persepektif sosiologi sastra (strukturalisme genetik)
1)      Latar Sosial
Latar sosial yang digunakan pada cerpen ini ialah perubahan pola hidup yang dilakukan oleh seorang anak desa yang kini telah merantau ke ibukota, yaitu kota Jakarta. Cerpen ini mengangat sebuah kisah yang berkaitan dengan hubungan orang tua dan anak yang begitu di banggakan. Besar harapan sang ayah agar anaknnya kelak menjadi seorang dokter, namun ketika sang anak memutuskan untuk melanjutkan studi SMA di Jakarta, lambat laun kehidupan ibukota merubahnnya menjadi pribadi yang tidak baik karena ia telah terjerumus pada pergaulan yang negatif. Lambat laun, kejadian itu memupuskan  harapan sang ayah yang ingin melihat anaknya menjadi dokter.

2)      Kedudukan
Ompi sebagai seorang duda yang telah ditinggal mati oleh istrinnya selama 12 tahun dan hidup bersama anak semata wayangnnya, yaitu Indra Budiman. Adapun muncul tokoh Aku sebagai seseorang yang begitu peduli terhadap kondisi Ompi, ketika Ompi jatuh sakit karena gelisah menanti kabar anaknnya. Tokoh Ompi dilukiskan sebagai sesorang yang begitu menyayangi anaknnya, namun tak jarang ia suka berbohong berbohong kepada anaknnya sendiri. Selain itu, karena sikap Ompi yang begitu sayang terhadap anaknnya menjadikan ia begitu percaya oleh kebohongan yang diceritakan anaknnya, hingga ia begitu sombong ketika membanggakan anaknnya. Selanjutnnya, tokoh Indra Budiman, dilukiskan pada cerita tersebut bahwa ia memiliki sikap suka berbohong dan berprilakuan buruk. Terakhir, tokoh Aku. Tokoh Aku dalam cerita tersebut merupakan tokoh yang baik hati karena ia dengan tulus mau menemani Ompi ketika sedang sakit keras.

3) Cara Pandang
Tokoh Aku sebagai orang pertama pelaku sampingan yang serba tahu akan alur cerita yang ada di dalam cerpen tersebut. Cara pandang yang digunakan oleh A. A Navis mengangkat hal-hal sosial yang sering terjadi di masyarakat, yaitu mengenaiorang tua yang begitu sayang kepada anaknnya, hingga rela melakukan apapun yang diminta oleh anaknnya, karena orang tua ingin melihat anaknnya bahagia dan berhasil menjadi seorang dokter.  Melalui tokoh utama yang diperankan oleh Ompi sebagai ayah dan Indra Budiman sebagai anak, dikisahkan bahwa ompi begitu menyayangi anaknnya. Dikisahkan dalam cerpen yang ditulis oleh A.A. Navis baaimana seorang ayah yang begitu bahagia ketika menerima kabar hasil belajar anaknnya yang membanggakan dan begitu gelisahnya sang ayah ketika tidak lagi memperoleh kabar dari anaknnya. Hingga ia merasa remuk redam setelah membaca kabar terakhir anaknnya yang mengatakan bahwa anak kebanggaannya meninggal.

b.      Ungkapan konkret yang terdapat di teks

“Di waktu mudanya Ompi menjadi klerk di kantor Residen. Maka sempatlah iamengumpulkan harta yang lumayang banyaknya. Semenjak istrinya meninggal dua belas tahun berselang, perhatiannya tertumpah kepada anak tunggalnya, laki-laki”.
                        Cerpen yang berjudul “Anak Kebanggan” karya A.A Navis ini dibuka dengan narasi pengarang seperti di atas. Selanjutnya pengarang mulai menghadirkan tokoh utama dari cerpen tersebut yang bernama Ompi, seorang duda yang ditinggal mati oleh istrinnya dan ia harus membesarkan anak laki-lakinnya seorang diri.



Ompi jadi jengkel. Tapi karena sayang sama anak, ia terima juga nama itu, asal ditambah di belakangnya dengan Indra Budiman itu”.
            Kutipan tersebut menggambarkan betapa Ompi begitu sayang kepada anaknnya. Hal tersebut terlihat dari cara dia menerima segala keputusan yang diambil oleh anaknnya perihal pergantian nama anaknnya meskipun ia menerima keputusan tersebut dengan rasa jengkel di hati. Ompi hanya berpesan agar nama belakang anaknnya di tambah dengan Indra Budiman.
“Ompi yakin, masa itu pasti akan datang. Dan ia menunggu dnegan hati yang disabar-sabarkan. Pada suatu hari yang gilang-gemilang, angan-angannya pasti menjadi kenyataan. Dia yakin itu, bahwa Indra Budimannya akan mendapat nama tambahan dokter di muka namanya sekarang”.
            Kutipan selanjutnnya menunjukkan harapan seorang ayah untuk anaknnya. Pada kutipan tersebut menunjukkan betapa Ompi begitu berangan-angan agar nama depan anaknnya dapat ditambahkan gelar seorang dokter, dengan kata lain Ompi menginginkan kelak anaknnya menjadi seorang dokter.
“Coba kalau anakku, Indra Budiman, sudah jadi dokter, si mati ini akan pasti dapat tertolong," katanya bila ada orang meninggal setelah lama menderita sakit”. 
            Kutipan ini menegaskan kutipan sebelumnnya yang menunjukkan betapa besar harapan Ompi sebagai seorang ayah untuk melihat anaknnya menjadi dokter. Ia akan bangga jika anaknnya mampu menolong orang-orang di desannya yang sedang sakit, sehingga orang-orang yang sakit tidak sampai meninggal karena pertolongan anaknnya.
“Semenjak Indra Budiman berangkat ke Jakarta, Ompi bertambah yakin, bahwa setahun demi setahun segala cita-citanya tercapai pasti. Dan benarlah. Ternyata setiap semester Indra Budiman mengirim rapor sekolahnya dengan angka-angka yang baik sekali”.         


            Kutipan berikutnnya menunjukkan semakin menguatnnya harapan yang telah dipupuk Ompi sejak lama untuk dapat melihat anaknnya kelak berhasil menjadi dokter, terlebih setelah anaknnya melanjutkan sekolah di Jakarta. Hal tersebut terjadi karena setiap semester anaknnya mengirimkan rapor hasil belajar dengan angka yang baik.
“Ketika Ompi membaca surat anaknya yang memberitakan kemajuannya itu, air mata Ompi berlinang kegembiraan. Oooo, perkara uang? Mengapa tiga ribu, lima ribu akan kukirim, Anakku. Mengapa tidak?".           
            Pada kutipan ini, terlihat begitu banggannya seorang ayah yang mendengar kabar bahwa anaknnya mengalami kemajuan dalam pendidikannya. Ompi begitu mempercayai semua isi surat yang ditulis oleh anaknnya sendiri. Maka berlinanglah kegembiraan yang dirasakan sang ayah setelah menerima kabar dari anaknnya. Oleh karena rasa sayang yang berlebihan kepada anaknnya Indra Budiman, ia tak keberatan jika anaknnya memerlukan banyak uang untuk memenuhi semua kebutuhannya selama hidup di ibukota sendirian.
“Dan semenjak itu Ompi kurang punya kesabaran oleh kelambatan jalan hari. Seperti calon pengantin yang sedang menunggu hari perkawinan. Tapi semua orang tahu, bahkan tidak menjadi rahasia lagi bahwa cita-cita Ompi hanyalah akan menjadi mimpi semata. Namun orang harus bagaimana mengatakannya, kalau orang tua itu tak hendak percaya. Malah ia memaki dan menuduh semua manusia iri hati akan kemajuan yang di capai anaknya. Dan segera ia mengirim uang lebih banyak, tanpa memikirkan segala akibatnya. Dan itu hanya semata untuk menantang omongan yang membusukkan nama baik anaknya.”
            Melalui kutipan di atas, semakin membuktikan betapa Ompi begitu menyayangi anaknnya dan semakin bemimpi anaknnya kelak bisa menjadi dokter. Di tengah rasa banggaannya kepada Indra Budiman, masyarakat sendiri tidak mempercayai segala hal yang diceritakan Ompi perihal anaknnya. Mereka menganggap bahwa harapan Ompi hanya akan menjadi impiannya semata. Namun, ditengah pertentangan yang terjadi antara dirinnya dan orang-orang di desannya, Ompi tetap berpegang teguh pada keyakinnanya bahwa anaknnya akan dapat menjadi dokter seperti yang diharapkannya dan tentunnya Ompi juga percaya terhadap anaknnya, oleh karena itu ia kirimkan uang lebih banyak tanpa memikirkan segala akibatnnya.
“Tak teringat olehnya, bahwa bohongnya kepada ayahnya selama ini sudah diketahui oleh orang kampungnya. Lupa ia bahwa semua mata orang kampungnya yang tinggal di Jakarta selalu saja mempercermin hidupnya yang bejat. Sejak itu berubahlah letak panggung sandiwara”.      
            Pernyataan ini menunjukkan ketidak seimbangan antara apa yang telah diberikan untuk anaknnya dengan balasan yang diterima oleh orang tua. Indra budiman yang selama ini dibanggakan oleh Ompi ternyata tidak sebenar dan tidak sebaik prilakunnya yang ia tunjukkan lewat surat-surat yang dikirimkannya kepada sang ayah. Dalam hal ini terlihat bagaimana kebusukan hati seorang anak, yang tega membohongi ayahnnya sendiri yang begitu menyayanginnya. Padahal dengan rasa bangga ia menceritakan anaknnya kepada orang-orang di desannya, meskipun mendapat ejekan dari tetanggannya Ompi tetap percaya terhadap apa yang telah dikatakan oleh anaknnya dan berusaha dengan baik memberikan semua yang dibutuhkan oleh anaknnya.
“Antara rusuh dan lega, Ompi gelisah juga menanti surat dari anaknya. Layaknya macan lapar yang terkurung menunggu orang memberikan daging. Pasai ia menunggu, dikiriminya surat. Ditunggunya beberapa hari. Tapi tak datang balasan. Dikiriminya lagi. Ditunggunya. Juga tak terbalas. Dikirim. Ditunggu. Selalu tak berbalas. Bulan datang, bulan pergi, Ompi tinggal menunggu terus”.
            Pada kutipan tersebut menunjukkan lagi betapa rasa sayang Ompi terhadap anaknnya begitu besar. Ompi terlihat begitu gelisah menanti surat dari anaknnya. Hal tersebut terjadi karena semua surat yang ia kirimkan pada anaknnya tidak ada satupun yang mendapatkan balasannya, ia begitu khawatir akan kabar anaknnya.
“Pada suatu hari yang tak baik, di kala Ompi sudah mulai putus asa, datanglah Pak Pos dengan di tangannya segenggam surat. Maka darah Ompi kencang berdebar. Gemetar karena ia bahagia. Tetapi alangkah remuknya hati orang tua itu, karena ternyata pengantar surat itu Cuma mengantarkan semua surat-suratnya yang dikembalikan. Ia tak percaya bahwa surat-suratnya itu kembali.”
            Kutipan di atas, menjawab kutipan sebelumnnya sehinnga semakin memperjelas bagaimana perasaan seorang ayah yang mengetahui bahwa surat-surat yang dikirimkan untuk anaknnya dikembalikan begitu saja oleh pos, tanpa dibaca terlebih dahulu oleh anaknnya, Ompi kecewa,sakit hatinnya.
“Semenjak itu segalanya jadi tak baik. Ia jatuh sakit, bahkan sampai mengigau. Dan oleh seleranya yang patah, Ompi bertambah menderita jua. Lahir dan batin”.      
            Pada kutipan tersebut, mencerminkan bahwa hati Ompi menjadi tak baik setelah mengetahui bahwa surat-surat yang ia kirimkan kepada anaknnya, dikembalikan oleh Pak Pos. Sejak itulah Ompi menjadi menderita lahir dan batin, oleh ketidak adannya kabar dari anak kebanggannya. Ompi begitu menantikan kabar dari anaknnya, ia gelisah dan khawatir ketika tersadar bahwa surat-surat yang pernah ia kirim untuk anaknnya tak satupun yang sampai pada Indra Budiman.
            “Dan telegram itu dibawa ke bibirnya. Diciumnya dengan mesra. Lama diciumnya seraya matanya memicing. Selama tangannya sampai terkulai dan matanya terbuka setelah kehilangan cahaya. Dan telegram itu jatuh dan terkapar di pangkuannya”.        
            Melalui kutipan ini, diketahui bahwa Ompi mengetahui kabar terakhir dari anknnya yang telah meninggal. Suatu hari, ketika Ompi telah putus asa menanti dandi tengah semakin memburuknnya kondisi Ompi, datanglah seorang pengantar surat yang menyerahkan sebuah telegram berisi kabar Indra Budiman, anaknnya.  Merasa sakit hatinnya, remuk redam harapannya untuk dapat melihat anaknnya menjadi dokter. Ompi tak percaya dengan apa yang tengah menimpa anaknnya, pengorbananya berasa sia-sia. Ompi tak kuasa menahan derita dan ia jatuh terkulai tak berdaya meratapi pupusnnya harapan dan kebanggaan terhadap anaknnya.

4. Analisis Isi Teks (Relasi Sosial Karya Sastra dengan Kenyataan Sosial)
Dunia kesastraan terjadi dalam kontek sosial (sebagai bagian dari kebudayaan). Sebagai makhluk sosial, penggarang dalam menulis sebuah dipengaruhi oleh latar belakang sosiologi berupa struktur social dan proses-proses sosial, temasuk perubahan-perubahan sosial. Siswanto (2008: 3) menyatakan bahwa struktur social adalah keseluruhan jalinan antar unsur-unsur yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, dan lapisan sosial. Cerpen karya A.A Navis yang berjudul “Anak Kebanggan”ini menggunakan jenis kritik impresionistik untuk menganalisis isi cerpen tersebut. Menurut Suwignyo (2008:28), kritik impresionistik adalah kritik sastra yang bertujuan menunjukkan kualitas suatu karya dan mengungkapkan respon atau impersi/kesan kritikus yang muncul secara langsung. Berdasarkan jenis kritik tersebut, dapat diketahui bahwa cerpen yang berjudul “Anak Kebanggan” karya A.A Navis tersebut merupakan sebuah cerpen yang mengangkat nilai social yang syarat akan makna yang patut untuk dijadikan perenungan bagi generasi muda saat ini. Melalui tokoh utama, yaitu Ompi yang berperan sebagai ayah, penulis menceritakan besarnnya kasih sayang orang tua terhadap anak semata wayang yang begitu ia banggakan hingga rela ia menghabiskan banyak uang untuk menompang hidup anaknnya di kota. Namun sayang, kebaikan yang diberikan orang tua tidak dibalas baik oleh anaknnya. Adapun yang berperan sebagai anak, diperankan oleh seseorang yang bernama Indra Budiman.

Pada cerita ini, diceritakan bahwa perilaku anak tersebut menjadi tidak baik ketika ia berada di Jakarta untuk meneruskan studinnya. Anaknnya sering mengirimkan kabar kebohongan yang dikarang lewat surat untuk dikirimkan kepada ayahnya. Sementara di desa ayahnnya begitu bersuka cita dan bangga mendengarkan kabar dari anaknnya. Sang Ayah begitu membanggakan anaknnya di depan masyarakat sekitar, sementara masyarakat yang mengetahui kelakuan bejat anaknnya di kota hanya bisa diam, karena tidak mau menambah rasa sakit yang dialami oleh Ompi. Pada akhir cerita, muncullah tokoh Aku sebagai seseorang yang begitu peduli dan baik hati. Ia bersedia merawat Ompi yang tengah sakit karena resah menanti kabar anaknnya yang tak kunjung datang. Tokoh aku sebagai seseorang yang selalu hadir menemani hari-hari Ompi, merawatnnya dan memberikan semangat agar ia dapat sembuh dari sakit batin yang menimpannya. Namun, usaha yang dilakukannya sia-sia, Ompi hanya menginginkan kabar dari anaknnya.
Membaca cerita tersebut, kita dapat bercermin, bagaimana kita harus bersikap untuk membahagiakan orang tua, yang sudah susah paya menghidupi dan membesarkan kita. Cerita ini dikemas dengan bahasa yang ringan dan alur yang tersusun rapi, hingga pembaca mampu menangkap dengan baik nasehat apa yang sesungguhnnya ingin disampaikan oleh penulis. Pembaca mampu memahami tiap maksud dari paragraf yang menyusun rangkain cerita tersebut.
Selain itu, penulis juga mengemas cerita yang ia tulis berbentuk bacaan yang ringan sehingga cocok dibaca oleh semua kalangan. Tak tekecuali para orang tua sebagai bahan perenungan agar lebih memperhatikan pergaulan anaknnya, tidak semerta-merta percaya akan apa yang dilakukan anak diluaran dan tidak acuh dengan segala hal yang terjadi dimasyarakat. Selanjutnnya, banyak pula disertakan pesan dan amanat yang dapat dipelajari dari cerita tersebut.



5. Simpulan (Isi dan Hasil Pendataan)
            Cerpen yang berjudul “Anak Kebanggan” memiliki daya pikat tersendiri, karena menyajikan sebuah cerita realitas sosial hubungan antara orang tua dan anak, perbedaan pergaulan anak di Jakarta dengan di desa, dan cermin kehidupan masyarakat desa yang begitu dekat, hingga sedikit saja diketahui masalah, dengan cepat semua akan tahu. Setelah membaca cerpen ini, diketahui bahwa pupusnnya sebuah harapan yang digantungkan kepada ankannya sendiri untuk melihat anak kebanggannya menjadi dokter. Hal tersebut terjadi lantaran ulah anak itu sendiri yang tidak tahu berterimaskasih dan tidak tahu cara membalas budi baik yang telah di berikan oleh orang tuannya. Sang anak diketahui hidup dan terjerumus dalam pergaulan yang negatif, ketika ia memutuskan untuk melanjutkan kehidupan dan sekolah di Jakarta. Dari hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnnya, terdapat 12 kutipan dari isi cerpen yang mendukung dilakukannya kritik dengan menggunakan perspektif latar sosial. Selain itu pada tiap kutipan yang ditemukan, disertakan pula penjelasan dari kutipan tersebut untuk memudahkan pembaca memahami letak unsur sosial yang ingin ditonjolkan. Pemilihan perspektif latar sosial didasarkan pada isi cerpen yang berkutat dengan kehidupan sosial yang dialami oleh tokoh dalam cerita tersebut. Latar sosial pada cerpen tersebut adalah di desa tempat tinggal Ompi dan di Jakarta tempat merantaunnya anak Ompi, yaitu Indra Budiman untuk melanjutkan studi SMA. Lewat ke dua latar tersebut, muncullah beberapa interaksi sosial yang membedakan antra keidupan di desa dan kehidupan di kota. Alur cerita yang dikemas dalam isi cerpen ini menceritakan sebuah kehidupan yang sering kita ketahui dan kita alami dalam kehidupan sehari-hari hingga saat ini, ceritannya ditulis secara runtut dengan berbagai macam konflik yang menarik untuk dicermati dan menggunakan bahasa ringan serta lugas sehingga mudah memaknainnya.





6. Biografi A.A. Navis
            Nama lengkap A.A. Navis adalah Ali Akbar Navis, tetapi sepanjang kariernya ia lebih dikenal dengan namanya yang lebih simpel A.A. Navis. Ia  lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat, tanggal 17 November 1924. Ia merupakan anak sulung dari lima belas bersaudara. Navis memulai pendidikan formalnya dengan memasuki sekolah Indonesisch Nederiandsch School (INS) di daerah Kayutaman selama sebelas tahun. Pendidikan Navis, secara formal, hanya sampai di INS. Selanjutnya, ia belajar secara otodidak. Akan tetapi, kegemarannya membaca buku (bukan hanya buku sastra, juga berbagai ilmu pengetahuan lain) memungkinkan intelektualnya berkembang.
            Navis memulai kariernya sebagai penulis ketika usianya sekitar tiga puluhan. Sebenamya ia sudah mulai aktif menulis sejak tahun 1950. Akan tetapi, kepenulisannya baru diakui sekitar tahun 1955 sejak cerpennya banyak muncul di beberapa majalah, seperti Kisah, Mimbar Indonesia, Budaya, danRoman. Selain cerpen, Navis juga menulis naskah sandiwara untuk beberapa stasiun RRI, seperti Stasiun RRI Bukittinggi, Padang, Palembang, dan Makassar. Selanjutnya, ia juga mulai menulis novel. Di luar bidang kepengarangannya itu, Navis bekerja sebagai pemimpin redaksi di  harian Semangat(harian angkatan bersenjata edisi Padang), Dewan Pengurus Badan Wakaf INS, dan pengurus Kelompok Cendekiawan Sumatera Barat (Padang Club). Di samping itu, Navis juga sering menghadiri berbagai seminar masalah sosial dan budaya sebagai pemakalah atau peserta.




KARYA-KARYA A.A. NAVIS:
a. Cerita Pendek
1. Robohnya Surau Kami (kumpulan cerpen), Jakarta: Gramedia, 1986
2. Hujan Panas dan Kabut Musim (kumpulan cerpen), Jakarta: Jambatan, 1990
3. “Cerita Tiga Malam”, Roman, Thn. V, No.3, 1958:25--26
4. “Terasing”, Aneka, Thn. VII, No. 33, 1956:12--13
5. “Cinta Buta”, Roman, Thn. IV, No. 3, 1957
6. “Man Rabuka”, Siasat, Thn. XI, No. 542, 1957:14--15
7. “Tiada Membawa Nyawa”, Waktu, Thn. XIV, No.5, 1961
8. “Perebutan”, Star Weekly, Thu. XVI, No. 807, 1961
9. “Jodoh”, Kompas, Thu. Xl, No. 236, 6 April 1976:6

b. Puisi
Dermaga dengan Empat Sekoci (kumpulan 34 puisi), Bukittinggi: Nusantara

c. Novel
1. Kernarau, Jakarta: GrasIndo, 1992
2. Saraswati  si Gadis dalarn Sunyi, Jakarta: Pradnya Paramita, 1970.

d. Karya Nonfiksi
1.      “Surat-Surat Drama”, Budaya, Thn.X, Januari-Februari 1961
2.      “Hamka Sebagai Pengarang Roman”, Berita Bibliografi, Thn.X, No.2, Juni 1964
3.      “Warna Lokal dalam Novel Minangkabau”, Sinar Harapan, 16 Mel 1981
4.      “Memadukan Kawasan dengan Karya Sastra.”, Suara Karya, 1978
5.      “Kepenulisan Belum Bisa Diandalkan sebagai Ladang Hidup”, Suara Pembaruan, 1989
6.      “Menelaah Orang Minangkabau dari Novel Indonesia Modern”, Bahasa dan
1.      Sastra, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1977

e. Hadiah dan Penghargaan
1.      Hadiah kedua lomba cerpen majalah Kisah (1955) untuk cerpen “Robohnya Surau Kami”
2.      Penghargaan dari UNESCO (1967) untuk kumpulan cerpen Saraswati dalam Sunyi
3.      Hadiah dari Kincir Emas (1975) untuk cerpen “Jodoh”
4.      Hadiah dari majalah Femina (1978) untuk cerpen “Kawin”
5.      Hadiah seni dari Depdikbud (1988) untuk novel Kemarau
6.      SEA Write Awards (1992) dari Pusat Bahasa (bekerja sama dengan Kerajaan Thailand)
DAFTAR RUJUKAN

Navis, A.A 2010. Robohnya Surau Kami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo.
Suwignyo, Heri. 2008. Kritik Sastra Indonesia Modern: Pengantar Pemahaman Teori dan Penerapannya. Malang: A3 (Asih Asah Asuh).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Puisi “Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa”

METAFORA be a great blog 1. Analisis Puisi “Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa” Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa Oleh: Taufik Ismail Jika adalah yang harus kaulakukan Ialah menyampaikan kebenaran Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan Ialah yang bernama keyakinan Jika adalah yang harus kau tumbangkan Ialah segala pohon-pohon kezaliman Jika adalah orang yang harus kauagungkan Ialah hanya Rasul Tuhan Jika adalah kesempatan memilih mati Ialah syahid di jalan Ilahi April, 1965 Hasil analisis:             Ketika seseorang anak mulai menginjak usia kedewasaan, tentunya ia memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap dirinya dan keluarganya. Ketika anak mulai beranjak dewasa, saat ia mampu bekerja sendiri mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya, tanggung jawab orang tua kepada anaknya itu perlahan akan bebalik menjadi tanggung jawab seorang anak untuk orang tuannya. Oleh karena itu, pada puisi “ Nase

MACAM GAMES UNTUK ICE BREAKING

METAFORA be a great blog PANDUAN  WICARA KELOMPOK 09 PERMAINAN (GAMES) Di dalam materi wicara kelompok 09 ini berisikan teori tenang games yang meliputi Unjuk Kebolehan  ( Yel-Yel ), Akting Beregu ( Team Acting ), Sebut Nama Panggilan ( Say The Nickname ), Perang  Fantastik  ( Fantastic War ), Apa Selanjutnya? (What’s Next?); Mari Kita Bercerita! ( Let’s Tell A Story !), Resep Gotong Royong ( What’s in The Soup? ), Ceritakan Gambar  ( Telling The Picture), Bisik Berantai ( The Grape Vive ), Kontes Ucapan ( Pronounciation Contest ), Dua Puluh Pertanyaan ( Twenty Question ), Teka-Teki ( Guessing ), dan Tebak Gerak-Gerik ( Guess The Gestures ) TUJUAN PEMBELAJARAN             Setelah menerima sajian tentang pokok bahasan wawancara ini diharapkan mahasiswa dapat: (2) menunjujkkan contoh-contoh permainan (games) dalam kegiatan wicara kelompok; dan (1) melakukan simulasi permainan (games) dalam kegiatan wicara kelompok sesuai denganj aturan main yang telah ditentukan. K