APRESIASI PUISI NASEHAT-NASEHAT KECIL ORANG TUAPADA ANAKNYA BERANGKAT DEWASA, KUTAHU KAU KEMBALI JUA ANAKKU, SEBUAH JAKET BERLUMUR DARAH MAKALAH
METAFORA be a great blog
BAB
I
PENDAHULUAN
Bentuk
karya sastra sangat banyak, antara lain prosa, puisi dan drama. Menurut Waluyo (1995:25),
puisi adalah salah satu bentuk kesusasteraan yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua
kekuatan bahasa yakni dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur
batinnya. Bentuk karya sastra puisi mempunyai struktur yang berbeda dengan
prosa maupun drama. Penciptaan puisi menggunakan prinsip pemadatan atau
pengkonsentrasian bentuk dan maknanya.
Bentuk
karya sastra puisi bahasannya dipadatkan, dipersingkat, diberi irama, dengan bunyi
yang padu, dan dengan pemilihan kata-kata khas yaitu imajinatif. Penyair tidak
asal memilih kata-kata, mereka memilih kata-kata tertentu untuk memberi
kekuatan pengimajinasian dan kekuatan pengucapan. Kata-kata yang dipilih juga
banyak yang memiliki persamaan bunyi (rima) dengan kata-kata lainnya. Kata-kata
itu juga diharapkan mewakili makna yang lebih luas atau berkonotasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Analisis Puisi
1. Analisis Puisi “Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya
Berangkat Dewasa”
Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua
Pada Anaknya Berangkat Dewasa
Pada Anaknya Berangkat Dewasa
Oleh:
Taufik Ismail
Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi
Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi
April, 1965
Hasil analisis:
Ketika seseorang anak mulai
menginjak usia kedewasaan, tentunya ia memiliki tanggung jawab yang lebih besar
terhadap dirinya dan keluarganya. Ketika anak mulai beranjak dewasa, saat ia
mampu bekerja sendiri mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya, tanggung jawab
orang tua kepada anaknya itu perlahan akan bebalik menjadi tanggung jawab
seorang anak untuk orang tuannya. Oleh karena itu, pada puisi “Nasehat-Nasehat
Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa” karya Taufik Ismail, berisikan
nasihat-nasihat orang tua yang ditunjukan kepda anaknya ketika sang anak mulai
beranjak dewasa. Agar anak tak salah melangkah dan hidupnya dapat bahagia. Dibawah ini merupakan hasil analisis puisi
secara lebih rinci.
Baris
pertama dan kedua.
Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Pada bait tersebut mengisyaratkan sebuah pesan yang penuh makna.
Pesan orang tua yang ditujukan kepada anaknya ketika kita akan melakukan sesuatu
perbuatan, maka perbuatan tersebut
haruslah perbuatan yang baik, yang benar dan bermanfaat bagi orang lain. Bukan
melakukan suatu tindakan yang tercela, yang tidak sesuai dengan ajaran
agama(menyimpang dari norma), dan merugikan orang lain.
Baris ketiga dan keempat.
Jika adalah yang tidak bisa
dijual-belikan
Ialah yang bernama keyakinan
Ialah yang bernama keyakinan
Pada puisi selanjutnya, berisikan
makna yang berarti bahwa segala sesuatu yang kita miliki (berupa barang) dapat
diperjual-belikan sesuai kehendak yang kita inginkan, hanya saja ada beberapa
hal yang kita miliki itu tidak bisa diperjual-belikan, misalnya saja harga diri
perseorangan, kasih sayang, cinta, keyakinan, dan perasaan yang lainnya. Karena
keyakinan itu berasal dari dalam diri pribadi orang masing-masing dan perasaan
itu bersifat indivisualisme antara diri pribadi dengan Tuhannya.
Baris kelima dan keenam.
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Puisi berikutnya
mengisyaratkan bahwa jika ada sesuatu perbuatan yang harus dirobohkan
(diruntuhkan) hingga kedasar akar-akarnya, ialah pebuatan kezaliman. Karena
perbuatan zalim merupakan cerminan sikap yang tercela, dan tidak baik serta
merugikan orang lain. Oleh karena itu zalim harus dihentikan agar hidup selalu
cinta damai.
Baris
ketujuh dan kedelapan.
Jika
adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah
hanya Rasul Tuhan
Pada bait tersebut penyair yang
kedudukannya sebagai orang tua dari anak-anaknya, berusaha memberikan nasehat
jika orang yang harus selalu diagungkan dan diingat ialah hanya Rasul dan
Tuhan. Perbuatan yang kita lakukan kelak, saat orang tua telah lepas tanggung
jawabnya untuk menjaga. Si anak harus belajar hidup sendiri menata perilaku dan
perbuatannya, dan orang tua menginginkan anaknya mencontoh Rasul agar hidupnya
bahagia. Karena Rasul adalah orang yang tepat untuk dijadikan teladan (panutan)
dalam kehidupan sehari-hari. Rasul merupakan orang yang selalu patuh dan
menjalankan perintah Tuhannya. Oleh karena itu seseorang yang mampu
berkepribadian baik sesuai dengan Rasul, maka ia termasuk kedalam golongan
orang yang disayangi oleh Tuhan.
Baris
kesembilan dan kesepuluh.
Jika
adalah kesempatan memilih mati
Ialah
syahid di jalan Ilahi
Pada bait puisi yang terakhir ini,
orang tua berpesan jika ada kesempatan memilih bagaimana kelak ia meninggal,
orang tua berharap agar anaknya kelak meninggal dalam keadaan baik, yaitu dalam
keadaan berusaha menegakkan atau mempertahankan kebenara agama islam. Karena
seseorang yang meninggal dalam keadaan seperti itu dipastikan ia akan masuk
surga, Tentunya disurga kehidupannya akan selalu indah.
2. Analisis Puisi “Kutahu Kau Kembali Jua Anakku”
KUTAHU KAU KEMBALI JUA ANAKKU
Oleh
: Taufik Ismail
Saudara-kandungku pulang perang,
tangannya merah
Kedua pundak landai tiada tulang
selangka
Dia tegak goyah, pandangnya pada
kami satu-satu
Aku tahu kau kembali jua anakku
Tiba-tiba dia roboh di halaman dia
kami papah
Ibu pun perlahanmengusapi dahinya
tegar
Tanganku amis ibu, tanganku berdarah
Aku tahu kau kembali jua anakku
Siang itu dia tergolek ibu, lekah
perutnya
Aku tak membidiknya, tapi tanganku
bersimbah
Tunduk terbungkuk matanya sangat
papa
Kami sama rebah, kupeluk dia di
tanah
Kauketuk sendiri ambang dadamu
anakku
Usapkan jemari sudah berdarah
Simpan laras bedil yang memerah
Kutahu kau kembali jua anakku
Mimbar
Indonesia,
Th XII, No.
50
1958
Hasil analisis:
Bait pertama
Saudara-kandungku pulang perang,
tangannya merah
Kedua pundak landai tiada tulang
selangka
Dia tegak goyah, pandangnya pada
kami satu-satu
Aku tahu kau kembali jua anakku
Pada bait pertama tersebut
mengambarkan suka-duka ketika menyambut kedatangan seorang saudara dan anak
yang telah kembali pulang kerumah, setelah lama ia pergi berperang meninggalkan
keluarga serta sanak saudaranya. Namun, keadaannya sangat menyedihkan dan
memprihatinkan. Tangannya merah karena terluka saat perang, kedua bentuk
pundaknya berubah menjadi menurun sedikit demi sedikit (tidak normal seperti
lainnya) karena tulang yang terdapat di bagian bahu yang menghubungkan tulang
dada dan tulang bahu mengalami patah tulang. Tetapi ia tetap kuat berdiri,
pandangan kerinduaannya tetap tajam memandangi sanak saudara yang telah lama
ditingalkan. Keyakinan akan kembalinya anaknya dari perang telah tertanam
selalu dalam benak ibunya dan keyakinan itu telah terbukti, kini anaknya telah
kembali dalam pangkuannya lagi.
Bait kedua
Tiba-tiba dia roboh di halaman dia
kami papah
Ibu pun perlahan mengusapi dahinya
tegar
Tanganku amis ibu, tanganku berdarah
Aku tahu kau kembali jua anakku
Karena keadaan tubuhnya melemah, si
anak tidak dapat kokoh berdiri dalam jangka waktu lama, akhirnya ia terjatuh
tepat di halaman rumah. Dibantulah ia oleh saudara-saudaranya yang lain agar
mampu berdiri tegak dan bangkit berjalan. Ibunya pun dengan kasih sayang
mengusapi dahinya yang terlihat tegar diluar, tetapi menyimpan rasa sakit
didalam. Apapun keadaan anaknya saat itu, biarpun tanganya penuh luka parah, ibunya
merasa sangat bahagia, bersyukur menerima kembalinya si anak dalam keluarga.
Bait ketiga
Siang itu dia tergolek ibu, lekah
perutnya
Aku tak membidiknya, tapi tanganku
bersimbah
Tunduk terbungkuk matanya sangat
papa
Kami sama rebah, kupeluk dia di tanah
Selanjutnya pada bait ini, mengambarkan
kejadian yang dialami oleh saudaranya ketika berperang. Peristiwa itu terjadi pada
siang hari, suasana begitu mencekam dan haru, ketika musuh berhasil dikalahkan
oleh Indonesia mereka tergolek lemah, badannya hancur terkena serangan senjata
tentara indonesia. Biarpun para tentara tidak memiliki senjata yang lebih
canggih dari pada musuhnya mereka hanya bertekat kuat disertai dengan doa penuh
harapan agar mereka senantiasa terjaga dalam keselamatan. Dan mereka sama-sama
tergeletak pada tanah dalam kedamaian.
Bait keempat
Kau ketuk sendiri ambang dadamu
anakku
Usapkan jemari sudah berdarah
Simpan laras bedil yang memerah
Kutahu kau kembali jua anakku
Bait terakhir menggambarkan bagaimana usaha yang dilakukan oleh
anak dengan tekat yang kuat dan keyakinan tinggi agar apa yang telah ia
putuskan mendatangkan hasil yang memuaskan. Kini usahanya telah memuakan hasil,
walaupun ia harus berkorban jiwa dan raga bahkan nyawanya, disimpanlah segala
kenangan ketika berjuang, termasuk senjata yang ia gunakan ketika berperang dan
berkat keyakinan ibunya yang selalu berdoa agar ia dapat kembali pulang kerumah
berkumpul dengan keluarga.
3. Analisis “Sebuah Jaket Berlumur Darah”
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan berahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal
perjuangan'
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang
pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli
pelabuhan
teriakan-teriakan di atas bis kota,
pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
LANJUTKAN PERJUANGAN
1966 Taufik Ismail
Hasil analisis:
Bait pertama
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan berahun-tahun
Puisi ini mungkin didedikasikan oleh penyair untuk mahasiswa UI
yang telah mati tertembak ketika mengikuti demonstrasi besar pada tahun 1965. Pada
bait pertama mengambarkan adanya duka yang mendalam yang telah lama dirasakan
selama bertahun-tahun dari tahun duka itu masih melekat dalam diri penyair.
Kepedihan itu dirasakan benar oleh penyair dan orang lain disekelilingnya atas
meningalnya Arif Rahman Hakim. Mungkin saat itu Arif Rachman Hakim meninggal
dalam keadaan berlumuran darah di seluruh tubuhnya dan pada almamater
universitas yang ia kenakan saat itu. Mereka semua yang ikut dalam demontrasi
turut merasa kehilangan sosok pemberani seperti dia.
Bait kedua
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Pada bait kedua tergambar bahwa
peristiwa tersebut terjadi di Jakarta, pada siang hari yang sangat terik terasa
matahari seperti diatas kepala. Demonstrasi terjadi antara mahasiswa, beserta rakyat indonesia lainnya yang sedang
meminta sebuah keadilan pada pemerintah. Saat itu, terdapat aparatur keamanan
(polisi) dengan bersenjata lengkap dan membawa sangkur baja sebagai penghadang
para demontransi yang tetap ingin melawan. Para aparatur keamanan membatasi
kekebasan rakyat dan melakukan penindasan yang tidak manusiawi kepada rakyat.
Hal itu semakin membuat semangat para demonstrasi semakin mengebu.
Bait ketiga
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal
perjuangan'
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang
pelayan?
Penyair mencoba memberikan semangat
pada demonstran yang lainnya agar tidak secepat itu menyerah pada perjuangan
yang telah mereka lakukan, sekalipun telah kehilangan satu dari teman yang ikut
demonstrasi bersama. Penyair mencoba menyadarkan untuk tidak tunduk pada
pemerintahan dengan sistem pemerintahan
negara yang diperintah oleh seorang raja atau penguasa yang bertindak
sekehendak hatinya. Lalu rakyat kecil semakin diperlakukan layaknya pelayan
yang selalu tunduk dan patuh akan apa yang disuruh oleh tuannya tanpa bisa
menolak.
Bait keempat
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang
Pada
bait keempat mengisyaratkan akan duka
besar yang dialami oleh penyair dan rekan-rekan lainnya, mereka memasang
bendera setengah tiang yang berarti mereka telah berduka menatap kepergian
teman mereka yang mati saat berjuang. Pesan yang tertulis dalam sebuah sepanduk
itu tetap akan mereka perjuangkan hingga terciptanya sebuah kedamaian.
Bait kelima
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli
pelabuhan
teriakan-teriakan di atas bis kota,
pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
LANJUTKAN PERJUANGAN
Selanjutnya pada bait kelima
dipertegas bahwa pesan yang berisi harapan itu telah sampai pada seluruh rakyat,
mereka menempel pesan itu melalui kendaraan yang melintas, pada tukang becak, para
pekerja dipelabuhan, bahkan mereka bersuara di atas bis-bis koa, melakukan
pawai.
Pada saat
prosesi pemakaman Arif Rahman Hakim mereka yang berada disana dan semuanya yang
berada pada saat itu berkata untuk melsnjutkan perjuangan.
DAFTAR
RUJUKAN
Waluyo, Herman
J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Komentar
Posting Komentar