METAFORA be a great blog
APRESIASI
PUISI
KARYA
TAUFIK ISMAIL, AMIR HAMZAH DAN ASRUL SANI
A. Pendahuluan
Bentuk karya sastra sangat banyak, antara lain prosa, puisi dan
drama. Menurut Waluyo (1995:25), puisi adalah salah satu bentuk kesusasteraan
yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun
dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa yakni dengan mengkonsentrasikan
struktur fisik dan struktur batinnya. Bentuk karya sastra puisi mempunyai
struktur yang berbeda dengan prosa maupun drama. Penciptaan puisi menggunakan
prinsip pemadatan atau pengkonsentrasian bentuk dan maknanya.
Bentuk karya sastra puisi bahasannya dipadatkan, dipersingkat,
diberi irama, dengan bunyi yang padu, dan dengan pemilihan kata-kata khas yaitu
imajinatif. Penyair tidak asal memilih kata-kata, mereka memilih kata-kata
tertentu untuk memberi kekuatan pengimajinasian dan kekuatan pengucapan.
Kata-kata yang dipilih juga banyak yang memiliki persamaan bunyi (rima) dengan
kata-kata lainnya. Kata-kata itu juga diharapkan mewakili makna yang lebih luas
atau berkonotasi.
B. Pembahasan
1. Puisi “Yang Kami Minta
Hanyalah” karya Taufik Ismail
YANG KAMI MINTA
HANYALAH
Yang
kami minta hanyalah bendungan saja
Penawar
musim kemarau dan tangkal bahaya banjir
Tentu
Bapa sudah melihat gambarannya di koran kota
Tatkala
semua orang bersedih sekadarnya.
Dari
kaki langit ke kaki langit air membusa
Dari
tahun ke tahun ia datang melanda
Sejak
dari lutut, ke paha lalu lewat kepala
Menyeret
semua.
Bila
air surut tingallah angin menudungi kami
Di
atas langit dan di bwah lumpur kaki
Kelepak
pohon di pohon randu.
Bila
tanggul pecah tinggallah runtuhan lagi
Sawah
retak-retak berebahan tangkai padi
Nyanyi
katak bertalu-talu.
Yang
kami minta hanyalah sebuah bendungan saja
Tidak
tugu atau tempat main bola
Yang
mancur warna-warni.
Kirimkan
kapur dan semen. Insinyur ahli
Lupakan
tersianya sedekah berjuta-juta
Yang
tak sampai kepada kami
Bertahun-tahun
kita merdeka, Bapa
Yang
kami minta hanyalah sebuah bendungan saja
Kabulkanlah
kiranya
Taufiq Ismail, 1966
Hasil
Analisis:
Puisi “Yang Kami Minta Hanyalah” karya Taufik Ismail yang dibuat pada
tahun 1966, mengambarkan betapa buruknya sikap pemimpin negara kita dalam
menyikapi keluh kesah rakyatnya akibat permasalahan yang berkaitan dengan
masalah air, banjir, dan kekeringan. Padahal telah jelas diberitakan lewat
koran-koran kota yang beredar, yang memberikan informasi betapa rakyat sengsara
oleh beberapa peristiwa yang terjadi akibat bencana yang mereka alami. Namun,
pemerintah terkesan acuh terhadap segala hal dan perestiwa yang melanda rakyat
kecil. Para pemimpin terkesan tidak memperdulikan penderitaan yang mereka
alami. Penyair yang mengibaratkan dirinya sebagai rakyat kecil dengan
masalah-masalah sosial yang menerpa hidupnya, turut serta mempertanyakan
bagaiman bentuk tangungjawab seorang pemimpin negara untuk membantu
menyelesaikan masalah-masalah sosial rakyatnya. Penyair berusaha agar pemimpin
saat itu mau memperhatikan dan perduli akan kesedihan yang dirasakan oleh rakyat
dengan cara memenuhi segala yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Pada bait pertama
penyair mencoba menjelaskan pentingnya kebutuhan akan sebuah bendungan.
Meskipun hanya sebuah bendungan, ternyata bangunan itu memiliki peran yang
berarti bagi masyarakat yang sering mengalami banjir dan kekeringan. Misalnya
saja saat musim kemarau, bendungan digunakan sebagai penampung air agar mereka
tidak kekeringan dan mencegah terjadinya banjir pada musim penghujan. Bendungan
itu tidak digunakan untuk kepentingan sebagian orang saja tetepi juga
mencangkup kepentingan banyak orang. Kejadian ini ditunjukkan penyair pada bait
pertama yang berbunyi:
Yang
kami minta hanyalah bendungan saja
Penawar
musim kemarau dan tangkal bahaya banjir
Tentu
Bapa sudah melihat gambarannya di koran kota
Tatkala
semua orang bersedih sekadarnya.
Bait ke-2
Dari
kaki langit ke kaki langit air membusa
Dari
tahun ke tahun ia datang melanda
Sejak
dari lutut, ke paha lalu lewat kepala
Menyeret
semua.
Pada bait ke-2 menerangkan bagaimana
dampak yang harus mereka rasakan setiap tahunnya akibat peristiwa yang sama,
yaitu banjir. Banjir yang terjdi mulai dari banjir kecil yang kedudukan air itu
hanya sebatas lutut, kemudiaan menyebar lebih tinggi menuju ke paha, hingga
bencana besar, berupa banjir besar (banjir bandang) terjadi dan mampu
menghilangkan ribuan nyawa, menengelamkan rumah, dan memporak-porandakan
semuanya yang dilalui oleh air hingga tak bersisa. Padahal jika pemerintah
tanggap dan mau memikirkan jalan keluar untuk mangatasi permasalahan akan
peristiwa yang terjadi, banjir tidak akan datang setiap tahunya. Bahkan jika
solusi itu direncanakan secara baik penderitaan akibat bencana banjir tidak
akan lagi mereka rasakan.
Bait ke-3
Bila
air surut tingallah angin menudungi kami
Di
atas langit dan di bawah lumpur kaki
Kelepak
podang di pohon randu.
Mengambarkan keadaan ketika air
akibat banjir telah surut, tinggallah hanya angin yang melindungi kami (rakyat
yang tengah sedih tertimpa musibah). Masih jelas terlihat sisa-sisa lumpur yang
terseret air akibat bencana banjir masih terasa menempel di kaki. Tetap saja
melihat keadaan itu, pemerintah menampilkan sikap acuh dan tetap tidak
memperdulikan nasib warganya yang sedang mengalami kesusahan. Pemerintah hingga
detik ini masih menabur-naburkan janji tanpa diketahui pasti kapankah janji itu
akan nyata direalisasikan.
Bait ke-4
Bila
tanggul pecah tinggallah runtuhan lagi
Sawah
retak-retak berebahan tangkai padi
Nyanyi
katak bertalu-talu.
Bila tanggul
yang mereka buat sendiri sudah tidak mampu manahan derasnya air yang mengalir,
tanggul akan pecah dan menyisahkan bekas-bekas runtuhan bangunan. Petani gagal
panen karena sawah-sawah mereka rusak dan hasil padi gagal dipanen untuk dijual
dan menghasilkan uang. Sedang pemerintah tetap asik dengan urusannya
masing-masing tanpa sedikitpun turut serta membantu meringankan beban rakyat
yang semakin menderita akibat ketidak pedulian pemerintah.
Bait ke-5
Yang
kami minta hanyalah sebuah bendungan saja
Tidak
tugu atau tempat main bola
Yang
mancur warna-warni.
Bait ke-6
Kirimkan
kapur dan semen. Insinyur ahli
Lupakan
tersianya sedekah berjuta-juta
Yang
tak sampai kepada kami.
Pada baik ke-5 dan ke-6 disebutkan
kembali permintaan yang diinginkan oleh rakyat agar pemerintah segera
merealisasikan apa yang mereka butuhkan. Sangatlah mudah bagi pemerintah untuk
mengabulkan permintaan mereka yang sangat sederhana untuk dibangunkan sebuah
bendungan. Mereka tidak meminta tugu, tempat main bola, dan air mancur yang
serba bagus, indah bentuknya warna-warni tampilan gedungnya . Mereka hanya
meminta dibangunkan sebuah bendungan, kemudian dengan segera menyelesaikan
membangun bendungan dengan jalan mengirimkan bahan-bahan untuk membangun
bendungan berupa kapur dan semen serta tenaga ahli berupa insinyur. Bahkan
rakyat tak akan marah dan menuntut hak yang seharunya mereka terima ternyata
tidak sampai ke tangan mereka dan dirampas oleh pemimpin negara. Cukup dengan
dipenuhi apa yang saat itu mereka inginkan, mereka akan diam. Sebelum
mengakhiri puisinya, penyair mempertanyakan akan kemerdekan yang seharunya
mereka dapatkan pada negara yang telah merdeka selama bertahun-tahun. Akan
kesejahteraan yang tetap tidak mereka peroleh meskipun negara yang mereka
tempati telah merdeka. Mereka mengharapkan akan adanya bukti nyata perubahan
kehidupan setelah merdeka. Hal ini ditunjukan pada bait ke-7 yaitu:
Bertahun-tahun
kita merdeka, Bapa
Yang
kami minta hanyalah sebuah bendungan saja
Kabulkanlah kiranya.
2. Puisi “Doa” karya Amir Hamzah
DOA
Karya Amir Hamzah
Dengan
apakah kubandingkan pertemuan kita,
kekasihku?
Dengan senja samar
sepoi, pada masa purnama
meningkat
naik, setelah menghalaukan panas
payah
terik.
Angin malam menghembus
lemah, menyejuk badan,
melambung
rasa menayang pikir, membawa angan ke
bawah
kursimu.
Hatiku terang menerima
katamu, bagai bintang
memasang
lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu
kasihmu, bagai sedap-malam
menyirak
kelopak.
Aduh, kekasihku, isi
hatiku dengan katamu,
penuhi
dadaku dengan cayamu, biar bersinar
mataku
sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Analisis
Puisi
Pada
bait pertama,
Dengan
apakah kubandingkan pertemuan kita,
kekasihku?
Pada bait pertama menggambarkan
bahwa penyair mempertanyakan waktu yang paling sesuai bertemu dengan
“kekasihnya” bisa dibandingkan dengan apa. “Kekasih” yang dimaksud penyair dalam
hal ini adalah Tuhan (Allah). Penyair membandingkan waktu yang paling berharga
dari semua waktu yang dimiliki oleh sang penyair untuk Allah SWT.
Pada bait kedua
Dengan senja samar
sepoi, pada masa purnama
meningkat
naik, setelah menghalaukan panas
payah terik.
Bait kedua merupakan
jawaban dari puisi sebelumnya, yaitu waktu yang sesuai bertemu dengan Allah
menurut sang penyair adalah ketika hari mulai senja dan bulan sedikit demi
sedikit muncul sedangkan matahari sedikit demi sedikit tenggelam dan panas dari
terik matahari mulai menghilang. Hal ini menandakan bahwa hari akan menjadi
malam. Waktu senja dalam bait kedua ini adalah waktu ketika maghrib tiba sampai
menjelang isya’.
Pada bait ketiga
Angin malam menghembus
lemah, menyejuk badan,
melambung
rasa menayang pikir, membawa angan ke
bawah kursimu.
Puisi bait kedua
diperjelas dengan puisi pada bait ketiga ini. Angin malam yang berhembus lemah
(sepoi-sepoi) menyejukkan badan dan membawa pikiran sang penyair kepada Tuhan.
Penyair juga menyebutkan kata “kursimu”, yang berarti kekuasaan Tuhan. Penyair
membawa angan-angan atau doa-doanya penyair dipanjatkan kepada Allah. Waktu ini
adalah waktu yang mustajab untuk berdzikir dan memanjatkan doa kepada Allah SWT.
Pada bait keempat
Hatiku terang menerima
katamu, bagai bintang
memasang
lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu
kasihmu, bagai sedap-malam
menyirak kelopak.
Pada bait ini
menggambarkan bahwa penyair merasa bahwa hatinya terang setelah menerima
“katamu”, yang dimaksud dalam hal ini adalah ayat suci Al-Qur’an. Ayat-ayat
Al-Qur’an menurut penyair merupakan penerang hidup dari gelapnya dunia.
Sedangkan pada baris selanjutnya menggambarkan bahwa penyair membuka hatinya
yang senantiasa mengharapkan belas kasih Tuhannya.
Pada bait kelima
Aduh, kekasihku, isi
hatiku dengan katamu,
penuhi
dadaku dengan cayamu, biar bersinar
mataku
sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Pada bait kelima ini,
penyair berharap agar Tuhan memenuhi seluruh isi hati dan kalbunya dengan
ayat-ayat suci Al-Qur’an serta cahaya Ilahi sehingga penyair merasa bahagia dan
senang, karena setiap orang yang di dalam hatinya selalu memiliki kerinduan, cinta
kepada Tuhannya, orang itu akan selalu merasakan kebahagiaan.
Kesimpulan
Puisi
Doa karya Amir Hamzah merupakan puisi yang bertemakan tentang ketuhanan
(religius). Puisi ini menceritakan tentang do’a sang penyair kepada Tuhannya.
Do’a yang selalu dipanjatkan kepada Tuhan dilakukan setelah sholat maghrib dan
dilanjutkan dengan membaca ayat suci Al-Qur’an supaya do’a-do’anya dikabulkan
oleh Allah. Sang penyair merasa hatinya diliputi rasa kedamaian setelah membaca
ayat suci Al-Qur’an. Penyair juga berharap Tuhan selalu menjaga, menyayangi,
dan selalu berada di dalam hatinya serta selalu menerangi dengan cahayaNya
dalam hidupnya.
3.
Puisi “Surat dari Ibu” karya Asrul Sani
Surat dari Ibu
Karya: Asrul Sani
Pergi
ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
pergi ke hidup bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
Pergi
ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang
dan
warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.
menutup pintu waktu lampau.
Jika
bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!
Kembali
pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”
(1948)
Hasil Analisis:
Puisi Surat dari Ibu karya
Asrul Sani merupakan puisi yang bertemakan kemanusiaan. Puisi ini menceritakan
tentang nasehat ibu kepada anaknya yang tersayang. Ibu memberi nasehat pada
anaknya agar anaknya pergi mencari pengalaman, menambah wawasan dan pengetahuan
sampai akhirnya mendapat pekerjaan atau sampai anaknya meraih kesuksesan.
Setelah berhasil mencapai impiannya, maka anaknya harus kembali pulang. Anaknya
akan disambut oleh ibunya dan dia menceritakan kepada ibunya tentang pengalaman
hidup, cintanya dan sampai dia meraih kesuksesan. Analisis selengkapnya
dijelaskan sebagai berikut.
Bait
ke-1
Pergi
ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas!
pergi ke hidup bebas!
Ibu yang sangat
menyayangi anaknya dan menasehati anaknya untuk pergi mencari pengalaman dan
menambah wawasan. Pergi ke hidup bebas bisa diartikan bahwa anaknya
disuruh untuk pergi kemanapun sesuai kehendak anaknya tersebut. Tujuannya agar
anaknya mempunyai teman yang banyak dan mendapatkan pengetahuan yang luas
sampai anaknya bisa mencapai kesuksesan.
Selama
angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
Angin buritan
adalah gerakan udara yang bertiup dari belakang atau sejalan dengan arah
perahu. Jika dihubungkan dengan kehidupan nelayan, maka selama angin masih
membantu nelayan berlayar karena anginnya sejalan dengan arah perahu. Selama
anaknya juga masih muda dan masih memiliki semangat untuk berjuang meraih kesuksesan,
karena ketika masih muda tentunnya pikiran anak tersebut juga masih belum
terbebani oleh banyak hal. Anak tersebut juga harus fokus terhadap apa yang
dicita-citakan dan tidak boleh tergoyah oleh apapun, bisa diartikan lagi bahwa
anak tersebut juga harus teguh pada pendiriannya.
Bait ke-2
Pergi ke laut
lepas, anakku sayang!
Pergi ke hidup
bebas
Bait tersebut
sebenarnya sama dengan bait yang pertama. Hanya saja bait pertama menyebutkan
dunia luas sedangkan bait ini menyebutkan laut lepas. Jika kita
hubungkan dengan perjalanan yang jauh, maka kata tersebut memang benar.
Seseorang yang akan pergi dengan jarak yang sangat jauh tentunya dia akan
melewati daratan dan lautan yang sangat luas.
Jadi, Ibu yang sangat menyayangi anaknya itu menasehati anaknya agar
anaknya pergi kemanapun, bahkan dengan jarak yang jauh pun tak apa-apa asal
anaknya merantau untuk mencari kesuksesan. Pergi ke hidup bebas sama
dengan bait sebelumnya yaitu anaknya disuruh untuk pergi kemanapun sesuai
kehendak anaknya tersebut. Tujuannya agar anaknya bisa berteman dengan banyak
orang dan akan mendapatkan pengetahuan yang luas sampai anaknya bisa mencapai
kesuksesan. Jadi, anaknya akan mendapatkan ilmu dan pekerjaan.
Selama hari
belum petang
dan warna senja
belum kemerah-merahan
menutup pintu
waktu lampau
Selama hari
belum petang bisa diartikan selama waktu masih belum
terlambat, karena anaknya saat ini masih muda dan jika nanti sudah tidak muda
lagi atau semakin tua, maka akan sulit pergi kesana kemari mencari ilmu dan
pekerjaan. Dan warna senja belum kemerah-merahan bisa diartikan bahwa
anaknya disuruh pergi merantau selama pikirannya masih belum mempunyai beban
yang banyak. Tentunya seseorang yang masih muda masih sedikit permasalahan
dalam hidupnya. Berbeda dengan orang yang tua, kebanyakan permasalahan dalam
hidupnya lebih banyak. Menutup pintu waktu lampau bisa diartikan bahwa
waktu yang lalu tidak akan bisa terulang kembali, karena mustahil kita bisa
kembali ke masa lalu. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu
saat ini. Kita harus menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya.
Bait
ke-3
Jika
bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Apabila
cita-cita atau impian anak tersebut telah berhasil didapat dan
pengalaman-pengalaman serta pengetahuan yang didapat sudah banyak, maka anak
tersebut harus kembali pulang ke rumah. Masih berhubungan juga dengan bait
berikutnya yaitu dan elang laut pulang ke sarang. Dapat diartikan bahwa elang
di sini adalah anaknya dan pulang ke sarang berarti pulang ke rumah.
Pada bait berikutnya yaitu angin bertiup ke benua. Angin yang bertiup ke
benua sama halnya dengan angin yang menuju ke darat. Jika kita menghubungkan
dengan kehidupan nelayan, maka pada saat itu nelayan kembali pulang ke darat.
Jadi, bait-bait tersebut menjelaskan bahwa anaknya harus pulang ke rumah
setelah menadapatkan apa yang diinginkan selama pergi atau merantau.
Tiang-tiang
akan kering sendiri
dan nahkoda
sudah tahu pedoman
Bait tersebut
menjelaskan bahwa pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh anaknya selama ini
sudah banyak. Tentunya anaknya itu juga sudah tahu tujuan dalam hidupnya dan
tahu untuk bisa mengarahkan perjalanan hidupnya ke arah yang lebih baik.
Boleh engkau
datang padaku!
Setelah semua yang dilakukannya
selama dia merantau terasa sudah cukup, ibunya menginginkan anaknya kembali
pulang. Ibunya berharap kepada anaknya agar anaknya mau bertemu dan menceritakan
apa saja yang dialami oleh anaknya tersebut.
Bait ke-4
Kembali pulang
anakkku sayang
Kembali ke
balik malam!
Ibunya ingin anaknya yang tersayang
kembali pulang ke rumah. Dijelaskan lagi pada bait berikutnya yaitu Kembali
ke balik malam. Ibunya ingin mereka
bisa berkumpul bersama dan beristirahat di rumah. Malam di sini menggambarkan
keadaan bahwa semua orang pada saat malam hari seharusnya tidak berada di luar,
dan sudah saatnya untuk beristirahat bersama semua anggota keluarganya.
Jika kapalmu
telah rapat ke tepi
Kita akan
bercerita
“Tentang
cinta dan hidupmu pagi hari.”
Apabila perjalanan anaknya untuk
mencari pengalaman dan pengetahuan sudah terasa cukup atau cita-cita anaknya
sudah tercapai, maka anaknya kembali ke rumah. Anaknya juga menceritakan
pengalamannya selama pergi merantau. Anaknya menceritakan tentang cintanya dan
hidupnya kepada ibunya setelah mereka beristirahat. Jadi, anaknya bercerita
tentang cinta dan semua pengalaman hidupnya esok hari (pagi hari) setelah
mereka beristirahat (pada malam hari).
DAFTAR
RUJUKAN
Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Komentar
Posting Komentar