METAFORA be a great blog
Sayuti, S. A.
2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi.
Yogyakarta: Gama Media.
PENGALURAN DALAM PROSA FIKSI
1. Pengertian
Pengaluran atau Plot
Pengaluran atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan peristiwa sehingga, menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh
para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2004:83). Pengaluran atau plot
adalah kerangka atau struktur cerita yang merupakan jalin-menjalinnya cerita
dari awal hingga akhir. Sudjiman (1992:11) juga mengatakan bahwa pengaluran
adalah pengaturan urutan peristiwa pembentuk cerita.
2. Macam Pengaluran atau Plot
Menurut Sayuti (2000:56—60), jenis plot dibedakan menjadi empat, yaitu
ditinjau dari segi penyusunan peristiwa atau bagian-bagian yang membentuknya, ditinjau dari segi akhir cerita, ditinjau dari segi kualitasnya, dan
ditinjau dari segi kualitasnya.
2.1 Ditinjau
dari Segi Penyusunan Peristiwa atau Bagian-Bagian yang Membentuknya
a.
Plot
Kronologis atau Progresif
Dalam plot kronologis, awal cerita
benar-benar merupakan “awal”, tengah
cerita benar-benar merupakan “tengah”, dan akhir cerita benar-benar merupakan
“akhir”. Contohnya adalah dalam novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli, Novel
Salah Pilih karya Nur Sutan Iskandar, cerpen Rico de Coro karya Dee.
b.
Regresif
atau Flash back atau back-tracking atau sorot balik
Dalam plot regresif, awal cerita
bisa saja merupakan “akhir”, tengah dapat merupakan “akhir” dan akhir dapat
merupakan awal atau tengah. Contohnya adalah cerpen Kang Sarpin Minta Dikebiri
karya Ahmad Tohari, cerpen Robohnya Surau Kami karya A. A. Navis.
Dalam hubungannya dengan jenis plot,
perlu dikemukakan bahwa sangat jarang dijumpai adanya suatu cerita yang
benar-benar mempergunakan plot yang murni kronologis atau murni regresif. Dalam
kenyataannya baik kronologis maupun regresif sering divariasikan dalam sebuah
cerita.
2.2 Ditinjau
dari Segi Akhir Cerita
a.
Plot
Tertutup
Dalam plot tertutup, kesimpulan yang
diambil pembaca terhadap cerita yang dihadapinya harus mengikuti
isyarat-isyarat yang juga telah disampaikan pengarang dalam tubuh cerita itu.
b.
Plot
terbuka
Dalam plot terbuka,
cerita sering dan biasanya berakhir pada klimaks, dan pembaca dibiarkan untuk
menentukan sesuatu yang (diduga dan mungkin) akan menjadi penyelesaian cerita:
akhir cerita dibiarkan menggantung. Pembaca lebih memiliki kebabasan dalam
menentukan kesimpulan cerita, yang seringkali banyak bergantung pada kapasitas,
pengetahuan, dan sikap serta minat pembaca dalam memahami cerita.
2.3 Ditinjau
dari Segi Kuantitasnya
a.
Plot
Tunggal
Suatu cerita dikatakan
berplot tunggal jika cerita tersebut hanya memiliki atau mengandung sebuah plot
dan plot itu bersifat primer (utama). Plot tunggal biasanya terdapat pada
cerpen.
b.
Plot
Jamak
Suatu cerita dikatakan
berplot jamak apabila cerita itu memiliki lebih dari satu plot dan plot
utamanya juga lebih dari satu.
2.4 Ditinjau
dari Segi Kualitasnya
a.
Plot
rapat
Sebuah cerita dinyatakan
berplot rapat apabila plot utama cerita itu tidak memiliki cela yang
memungkinkan untuk disisipi plot lain.
b.
Plot
longgar
Sebuah cerita dinyatakan
berplot longgar apabila plot ia memiliki kemungkinan adanya penyisipan plot
lain.
3. Tahapan Pengaluran atau Plot
Alur cerita
terdiri atas tiga bagian, yakni (1) alur awal, (2) alur tengah, dan (3) alur
akhir. Alur awal terdiri atas paparan (eksposisi), rangsangan (inciting
moment), dan penggawatan (rising action). Alur tengah cerita terdiri
atas pertikaian (konfik), perumitan (complication), dan klimaks atau
puncak penggawatan (klimaks), sedangkan akhir alur cerita terdiri atah
peleraian (falling action) dan penyelesaian (denoument). Jika
alur cerita itu digambarkan maka menghasilkan gambar sebagai berikut.
climax
|
complication
|
conflict
|
rising
action
|
inciting
moment
|
exposition
|
denoument
|
falling cerpen
|
3.1 Alur
Awal
a.
Paparan
(Eksposisi)
Eksposisi adalah paparan awal
cerita. Pengarang mulai memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik, dan
tokoh-tokoh. Sejak eksposisi ini pengarang sudah menunjukkan apakah ia menulis
cerpen, novel, atau roman. Jika pengarang menulis cerpen maka eksposisi
berjalan singkat seperlunya saja, mungkin tidak lebih dari satu/dua alinea.
Dalam novel dan roman eksposisi dapat lebih rinci.
b.
Rangsangan
(inciting moment)
Rangsangan adalah peristiwa adanya
problem-problem yang mulai ditampilkan oleh pengarang untuk kemudian
dikembangkan atau ditingkatkan. Contoh tersebut dapat dilihat pada novel Sitti
Nurbaya. Setelah pembaca diperkenalkan dengan Sitti Nurbaya beserta
keluarganya, kemudian muncul problem, yakni kedua insan yang bercinta itu akan
berpisah karena Samsulbahri beserta keluarganya akan pindah dan Samsulbahri akan
bersekolah di Jakarta.
c.
Penggawatan
(ricing action)
Penggawatan adalah cerita (problem)
mulai meningkat. Pada novel Sitti Nurbaya problem perpisahan Sitti Nurbaya
dengan Samsulbahri membawa problem berikutnya, yaitu datangnya Datuk Maringgih,
lelaki tua yang dengan sengaja menjatuhkan orangtua Sitti Nurbayya untuk
kemudian menguasai segala-galanya.
3.2 Alur
Tengah
a.
Pertikaian
(conflict)
Ketegangan atau
pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua
kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh,
dsb). Pada novel Sitti Nurbaya, pertikaian ditunjukkan saat Datuk Maringgih
mulai merasa iri (konflik batin) terhadap kekayaan Baginda Suleman ayah Sitti
Nurbaya. Lalu ia membakar kios Baginda Suleman untuk melampiaskan
keserakahannya).
b.
Perumitan
(complication)
Konflik semakin rumit (Datuk
Maringgih berhasil menguasai harta benda Baginda Suleman, bahkan kemudian dapat
berhasil kawin dengan Sitti Nurbaya. Cerita seolah-olah menjadi ruwet karena
Sitti Nurbaya dan Samsulbahri tidak bisa bersatu, tetapi keduanya masih saling
mencintai.
c.
Klimaks/puncak
penggawatan (climax)
Klimaks cerita harus merupakan
puncak dari seluruh cerita itu dan semua kisah/peristiwa yang sebelumnya
ditahan dapat ditonjolkan saat klimaks cerita tersebut. Contoh : Datuk
Maringgih meracuni Sitti Nurbaya sampai meninggal. Kemudian Datuk
Maringgih dan Samsulbahri saling
membunuh.
3.3 Alur
Akhir
a.
Peleraian
(falling action)
Peleraian adalah konflik yang
dibangun cerita itu menurun karena telah mencapai klimaknya. Emosi yang
memuncak telah berkurang. Contoh : perkelahian antara Datuk Maringgih dengan
Samsulbahri mengakibatkan keduanya meninggal dunia.
b.
Penyelesaian
(denoument)
Penyelesaian dapat dipaparkan oleh
pengarang atau dapat juga dipaparkan oleh kita (karena pembaca diharapkan mampu
menafsirkan sendiri penyelesaian cerita. Contoh: Samsulbahri dan Sitti Nurbaya
tidak bisa menyatukan cinta mereka berdua. Mereka berdua dimakamkan di
pemakaman yang sama.
4. Hubungan Alur dengan Unsur yang Lain
Dalam cerita rekaan, unsur-unsur cerita tidak dapat dipisahkan.
Begitu pula alur yang tidak dapat dipisahkan dengan unsur cerita yang lain. Hal
itu karena di dalam perkembangan cerita selalu ada interaksi antar
unsur-unsurnya. Dalam pembahasan ini alur berhubungan dengan tokoh, watak,
latar, dan sebagainya. Hubungan alur dengan tokoh, misalnya tokoh hadir sebagai
subjek (pemeran) yang mengikuti arus alur sebuah cerita. Begitu pula
hubungan alur dengan watak, watak tokoh
juga menentukan bagaimana alur sebuah cerita itu berjalan. Apabila watak tokoh
cenderung baik, maka alur yang berjalan akan memperhatikan aspek-aspek yang
cenderung melekat pada watak tokoh cerita. Latar juga behubungan dengan alur
dalam sebuah cerita rekaan. Jika alur maju, maka latar menyesuaikan dengan
kondisi alur pada saat itu. Jika alur flashback (maju-mundur), maka latar juga menyesuaikan
dengan kondisi alur pada saat itu. Dengan demikian, alur berkaitan erat atau
tidak dapat berdiri sendiri dengan unsur-unsur cerita yang lain.
Daftar Rujukan
Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar
Baru Algesindo.
Komentar
Posting Komentar