METAFORA be a great blog
Sugihastuti dan
Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis:
Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
PELATARAN DALAM PROSA FIKSI
A.
Definisi Latar
Setting merupakan pelengkap dari sebuah cerita atau
karya sastra. Setting menjelaskan tentang tempat atau suasana yang terjadi
didalam cerita atau karya sastra tesebut. Biasanya, setting harus ada dalam
cerita karena sebuah cerita harus jelas dimana tempat kejadiannya, kapan
terjadinya dan bagaimana suasana pada saat cerita berlangsung. Setting biasanya
ada tiga kategori, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar suasana (sosial).
Pemberian latar yang jelas bisa mempermudah pembaca
untuk memahami cerita tersebut dan buat bahan pertimbangan sebagai kelemahan
atau kelebihan suatu cerita atau karya fiksi. Menurut Robert Stanton (2007:35),
latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah cerita, semesta yang
berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar sangat
berguna dan bermanfaat bagi pembaca maupun bagi pengarang. Bagi pembaca latar
berguna untuk membantu membayangkan atau menggambarkan tempat, waktu dan
suasana yang dialami oleh tokoh dalam cerita atau karya sastra tersebut.
Sedangkan bagi pengarang latar berguna untuk mengembangkan ide atau gagasannya
yang akan dituangkan kedalam karyanya. Pengarang juga bisa menggunakan latar
sebagai penjelas tempat, waktu, suasana dan bahkan pengarang bisa menggunakan
latar sebagai penggambaran watak tokoh.
B.
Macam-macam Latar
1.
Latar fisik/material (tempat,
waktu, alam di sekitar)
a. Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu
peristiwa cerita terjadi. Melalui tempat terjadinya peristiwa, diharapkan
tercermin pemerian tradsisi masyarakat, tata nilai, tingkah laku suasana, dan
hal-hal lain yang mungkin berpengaruh pada tokoh dan karakternya.
b. Latar waktu mengacu pada saat terjadinya
peristiwa, dalam plot, secara historis. Melalui pemerian waktu kejadian yang
jelas, akan tergambar tujuan fiksi tersebut secara jelas pula. Rangkain
peristiwa tidak mungkin terjadi jika dilepaskan dari perjalanan waktu, yang
dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang
melatar belakanginya
2.
Latar sosial (keadaan masyarakat,
kebiasaan masyarakat yang berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu,
pandangan hidup, sikap hidup, adat istiadat)
3.
Latar suasana
Latar suasana menyangkut deskripsi suasana dalam cerita prosa fiksi.
C.
Fungsi Latar
Latar yang baik dapat mendeskripsikan
secara jelas peristiwa-peristiwa, perwatakan tokoh, dan konflik yang dihadapi
tokoh cerita sehingga cerita tersebut terasa sungguh-sungguh terjadi seperti di
dalam kehidupan nyata.
Ada beberapa fungsi yang dapat ditempati oleh latar dalam fiksi, misalnya
latar sebagai metafora, latar sebagai atmosfer dan latar sebagai pengedapanan (foregrounding).
1)
Latar sebagai Metafora
Penggunaan istilah
metafor mengarah pada suatu perbandingan yang mungkin berupa sifat keadaan,
suasana ataupun sesuatu yang lain. secara prinsip metafor merupakan cara
memandang atau menerima melalui sesuatu yang lain.
Fungsi latar sebagai
metafora adalah fungsi eksternal yang tidak secara langsung (eksplisit)
berpengaruh pada cerita. Sebagai metafora, latar menghadirkan suasana yang
secara tidak langsung menggambarkan nasib tokoh.
Pohon-pohon
kelapa itu tumbuh di tanah lereng di antara pepohonan lain yang rapat dan
rimbun. Kemiringan lereng membuat pemandangan seberang lembah itu seperti
lukisan alam gaya klasik Bali yang terpapar di dinding langit. Selain pohon
kelapa yang memberi kesan lembut, batang sengon yang lurus dan langsing menjadi
garis-garis tegak berwarna putih dan kuat. Ada beberapa pohon aren dengan daun
mudanya yang mulai mekar; kuning dan segar. Ada pucuk pohon jengkol yang
berwarna coklat kemerahan, ada bunga bungur yang ungu berdekatan dengan pohon
dadap dengan kembangnya yang benar-benar merah. Dan batang-batang jambe rowe,
sejenis pinang dengan buahnya yang bulat dan lebih besar, memberi kesan purba
pada lukisan yang terpajang di sana.
Dalam
sapuan hujan panorama di seberang lembah itu terlihat agak samar. Namun cuaca
pada musim pancaroba sering kali mendadak berubah. Lihatlah, sementara hujan
tetap turun dan angin makin kencang bertiup tiba-tiba awan tersibak dan sinar
matahari langsung menerpa dari barat.
Pohon-pohon kelapa
digambarkan dengan indah dalam sebuah ekosistem yang padu. Namun kemudian
digambarkan dalam suasana yang mengerikan dengan keadaan yang tidak menentu.
Sekilas latar ini hanya latar netral yang tidak melambangkan apa-apa. Kemudian
diketahui bahwa tokoh utama Lasi yang hidupnya bahagia dalam kesederhanaan
mulai masuk dalam ketidakpastian setelah kecelakaan yang menimpa Darsa. (Bekisar
Merah-Ahmad Tohari)
2)
Latar sebgai Atmosfer
Fungsi latar sebagai
atmosfer lebih mudah dibicarakan daripada didefinisikan. Ia semacam aura rasa
atau emosi yang ditimbulkan utamanya oleh latar dan membantu terciptanya
ekspektasi pembaca.
Latar sebagai atmosfer
yaitu latar yang secara langsung menyihir pembaca membawanya kepada suasana
tertentu, seperti suasana sedih, marah, muram, seram, dan sebagainya. Hal ini
sangat penting karena disinilah kecerdasan para penulis menciptakan
penyituasian yang dapat menarik pembaca terhanyut dalam suasana yang terterah
dalam suatu karya sastranya.
Misalnya saja tentang
atmosfer atau suasana yang berbau kematian, misteri, atau ketakutan terhadap
hal itu. Maka, latar yang dapat membangunnya tentu saja latar yang dapat
melukiskan keadaan semacam itu, misalnya keadaan dan letak rumah yang dibuat
sedemikian rupa sehingga memberikan suasana misteri dan maut, di samping
deskripsinya tentang bentuk atau wujud
yang samar-samar terlihat dalam kegelapan. Dengan demikian, latar akan membawa
suatu cahaya emosional yang dirasakan oleh pembaca.
3)
Latar sebagai Pengedepanan (foregrounding)
Pengedepanan elemen
latar dalam fiksi dapat berupa penonjolan waktu dan dapat pula berupa
penonjolan tempat saja. Dalam banyak fiksi, waktu terjadinya peristiwa atau
action tertentu adalah sangat penting, misalnya geger Oktober 1965. Karya-karya
fiksi yang mengedepankan latar ruang atau tempat biasanya diklasifikasikan
sebagai contoh-contoh fiksi yang mengangkat warna lokal atau regionalisme.
Pengarang-pengarang yang berasal dari etnik tertentu sering berupaya mengamati
dan menampilkan sejumlah efek sebuah latar tempat (geografis) tertentu yang
sangat bermakna, baik latar yang bersifat fisik netral maupun yang spiritual
terhadap tokoh.
Dalam hubungannya dengan latar, terutama yang menyangkut latar waktu,
sebagai pengedepanan dalam fiksi, perlu dikemukakan tentang bagaimana waktu
itu berlangsung dalam fiksi.
D.
Hubungan Latar dengan Unsur Cerita yang lain
Penekanan unsur-unsur latar bermaksud
memperjelas suatu cerita baik itu dari gaya bahasa, karakter tokoh, geografis, sosial
budaya, dan sebagainya. Sehingga membuat pembaca mejadi lebih memahami bahan
bacaannya.
Latar sangat erat kaitannya dengan unsur
fiksi yang lain dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar dalam banyak hal
akan mempengaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan bisa dikatakan bahwa sifat
seseorang dibentuk oleh latarnya. Suatu contoh bisa kita lihat pada perbedaan
sosial budaya, pola pikir, tingakah laku dan yang lainya pada setiap tokoh.
Misalnya pada novel Siti Nurbaya. Menurut
Sugihastuti dan Suharto (2002:195), tema yang diangkat pada novel Siti Nurbaya
yaitu adat lama yang menghalangi kemajuan dan kehidupan modern. Semangat untuk
mengubah adat yang kolot, jika belum benar-benar bulat dan tidak mendapatkan
dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, tidak akan mendapat keberhasilan.
Tema tersebut dibangun oleh masalah pokok pertentangan adat tua dengan adat
muda. Masalah tersebut juga berdekatan dengan masalah gender dan emansipasi
perempuan.
Pertentangan pandangan antara kedua adat
diperkeruh oleh masalah penindasan terhadap orang-orang lemah oleh orang-orang
kuat. Orang-orang kuat termasuk pendukung adat tua, sedangkan pendukung adat muda berada pada pihak yang
lemah.
Untuk menghidupkan masalah dan tema tersebut
dihadirkan beberapa tipe tokoh. Dalam novel Siti Nurbaya, antara lain tokoh
yang membawa ide pembaharuan (Samsulbahri, Siti Nurbaya, dan Sutan Mahmud),
tokoh yang menentang pembaharuan, tokoh-tokoh yang kolot sekaligus jahat, dan
tokoh yang setengah hati dalan menyikapi perubahan. Mereka yang tergolong kuat
mendapatkan kekuatan dari adat dan kelompok penjahat. Sebaliknya, orang yang
lemah tidak mendapatkan perlindungan dari mana pun.
Tokoh yang membawa ide pembaharuan
digambarkan sebagai orang-orang yang berwatak baik dan berperilaku mulia.
Kadang-kadang kebaikan watak tercermin pada keindahan parasnya. Sedangkan
keburukan tokoh seringkali tercermin pada keburukan bentuk fisik dan
perangainya.
Tokoh-tokoh tersebut dihidupkan dalam setting daerah yang tepat. Dalam novel Siti Nurbaya, tokohnya
dihidupkan dalam setting daerah
Minangkabau, yang mempunyai sistem kekerabatan (latar sosial) mengenai hubungan
keturunan melalui garis kerabat wanita. Pemilihan latar ini sangat tepat untuk
mendukung masalah dan tema karena dalam adat kuno yang sedemikian itulah berlangsung
dominasi laki-laki dan subordinasi perempuan yang antara lain terwujud dalam
bentuk kawin paksa, poligami, kekerasan terhadap perempuan, tidak
diperbolehkannya anak perempuan bersekolah, pengagungan kebangsawanan, dan
anggapan bahwa perempuan adalah hamba laki-laki.
Berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa hubungan antarunsur
novel Siti Nurbaya sangat berpengaruh satu dengan yang lain. Masalah yang
muncul mendukung tema dan tema didukung oleh unsur-unsur yang lain, misalnya
pelataran. Kelebihan unsur yang satu mempengaruhi kebaiakn unsur yang lain.
DAFTAR RUJUKAN
Komentar
Posting Komentar